Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memprediksi, regulasi turunan terkait Peraturan Pemerintah atau PP e-commerce rampung Kuartal I 2020. Mereka menilai, aturan teknis ini sangat kompleks sehingga perlu koordinasi dengan berbagai kementerian.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama idEA pun sudah mulai membahas PP e-commerce sejak Minggu malam (8/12). “Kami memilih untuk tidak terburu-buru. Bukan mengulur waktu, tetapi dampaknya dan potensi (menimbulkan) konfliknya besar,” kata Ketua idEA Ignatius Untung di Jakarta, hari ini (9/12).
Aturan teknis itu akan berupa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) dan regulasi dari kementerian lainnya. (Baca: E-Commerce Wajib Setor Data ke Kemendag dan Utamakan Produk Lokal)
Pembahasan PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) itu melibatkan banyak kementerian. Selain Kemendag, PP ini dikaji bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait domain platform, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai pajak hingga Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Karena itu, Ignatius memperkirakan aturan teknis terkait PP e-commerce baru akan selesai pada Kuartal I 2020. "Dugaan saya seperti itu," kata dia.
Ignatius menyayangkan sikap pemerintah yang mengesahkan PP e-commerce tanpa diskusi terlebih dulu dengan idEA. Hal itu membuat interpretasi aturan tersebut menjadi 'bola liar' bagi para pelaku usaha.
(Baca: Pedagang Online Wajib Berizin Usaha, Mendag Pastikan Tak Ada Pungutan)
Kondisi seperti itu justru membuat pedagang online khawatir. Bahkan, hal ini berpotensi membuat para investor berpikir ulang sebelum berinvestasi di marketplace Tanah Air.
"Kami berharap, aturan turunan (PP e-commerce) ini tidak mengulang kesalahan yang sama. Dipaksakan untuk disahkan, kejar target, yang penting keluar, namun malah menjadi 'bola liar'," ujar Ignatius.
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengatakan, berbagai hal teknis terkait PP e-commerce bakal diatur dalam Permendag. “Segera, tidak akan lambat, sesegera mungkin kami akan keluarkan," ujar Agus.
Ada beberapa pasal yang menimbulkan keresahan bagi pedagang online dan perusahaan e-commerce. Pada pasal 15 misalnya, pedagang online yang berjualan di e-commerce wajib berizin usaha.
Perusahaan e-commerce yang model bisnisnya Costumer to Costumer (CtoC) khawatir, aturan itu bakal menghambat pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengembangkan bisnisnya. Sebab, sebagian penjual di platform mereka baru memulai bisnis.
(Baca: Asosiasi E-Commerce Khawatir Pedagang Online Wajib Berizin Usaha)