KKP Temukan 13 Kapal Pengawas Vietnam Parkir di Landas Kontinen RI

ANTARA FOTO/JESSICA HELENA WUYSANG
Kapal patroli TNI AL melintasi belasan kapal nelayan Vietnam sesaat sebelum ditenggelamkan di Pulau Datuk, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Sabtu (4/5/2019). Kementerian Kelautan dan Perikanan menenggelamkan 13 dari 51 kapal nelayan asing asal Vietnam yang ditangkap karena mencuri ikan di Perairan Indonesia.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
10/9/2019, 13.34 WIB

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan tiga belas kapal pengawas Vietnam yang parkir dan berjaga di landas kontinen Indonesia, perairan Natuna. Barisan kapal pengawas Vietnam tersebut telah berada di kawasan perairan Indonesia selama hampir setahun ini. 

Koordinator Staf Khusus Satuan Tugas Pemberantasan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115), Mas Achmad Santosa mengatakan, pihaknya masih mempelajari tujuan kapal pengawas tersebut.

"Ada dua kemungkinan. Pertama, ini bentuk intimidasi. Kedua, kemungkinannya mereka siap mengawal kapal ikan Vietnam yang masuk ke perairan ini," kata dia di kantornya, Senin (10/9) malam.

(Baca: Zona Ekonomi Eksklusif, Ketegangan di Laut Indonesia-Vietnam)

Parkirnya kapal pengawas Vietnam selama hampir setahun ini dinilai telah melanggaar ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (United Nations Convention on The Law of The Sea/UNCLOS) Pasal 74 Ayat 3.

Aturan itu menyebut, kedua negara harus membuat provisional arrangement atau perjanjian sementara. Yang mana dalam proses tersebut, tidak boleh ada upaya yang merusak proses perdamaian. "Ini justru merusak proses perdamaian karena (berada) di dalam klaim ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) kita," ujarnya.

Sementara, proses provisional arrangement tersebut rupanya baru memasuki tahap pembicaraan saja.

Atas kejadian itu, Achmad mengatakan, kapal pengawas Indonesia tidak bisa menangkap kapal pengawas negara lain. Penangkapan hanya dapat dilakukan kepada kapal ikan yang melanggar hukum.

(Baca: KKP Tangkap Kapal Ikan Ilegal Asal Malaysia di Selat Malaka)

Sehingga, upaya yang dapat dilakukan oleh satgas hanya menghalau kapal pengawas yang masuk wilayah Indonesia dan melakukan upaya diplomasi. Dia berharap, Vietnam dapat menghargai hubungan kedua negara dan menghindari konflik fisik.

Hingga saat ini, pihak satgas tengah mengamati cara Vietnam menarik garis batas ZEE dan landasan kontinen wilayah negara mereka. Vietnam menggunakan sistem base line yang salah lantaran menarik lebih dari 200 meter dari pulau terluat saat air surut.

"Jadi cara mereka menarik garis dari pulau terluar pakai straight base line system negara kepulauan. Padahal Vietnam bukan negara kepulauan," ujarnya.

Di sisi lain, KKP juga menemukan adanya kekosongan akktivitas penangkapan ikan oleh kapal perikanan Indonesia di sebelah timur laut Natuna. Kekosongan aktivitas ini mengakibatkan daerah tersebut rentan terhadap ancaman dari kapal perikanan asing Vietnam yang dikawal oleh kapal patroli Vietnam sepanjang tahun.

Berdasarkan data perizinan Ditjen Perikanan Tangkap per 5 September 2019, jumlah kapal dengan izin aktif di timur laut laut Natuna berjumlah 860 kapal. Namun, operasi kapal perikanan Indonesia justru berkumpul di bagian barat dan barat laut natuna.

 "Saya belum temukan jawabannya. Mungkin saja (kapal ikan Indonesia) dihalau (oleh kapal pengawas Vietnam) dari mulut ke mulut," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan akan menindaklanjuti permasalahan tersebut. "Saya sampaikan ke Menteri Luar Negeri untuk tindak lanjuti nota protes ke Vietnam," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika