Bantah Istimewakan Investor Tiongkok, Luhut: Duit Tidak Bertuhan

Katadata
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi IDE Katadata 2020 di Grand Balroom Kempinski, Jakarta, Kamis (30/1).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
31/1/2020, 07.59 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kegeramannya dituding mengistimewakan para investor asal Tiongkok. Luhut menjelaskan selama ini pemerintah mendorong siapa pun berinvestasi atas pilihan rasional, tak membedakan investor dari negara manapun asal mendatangkan keuntungan buat Indonesia.

"Orang itu ribut saja komunis, urusannya apa? Duit itu tidak bertuhan," kata Luhut dalam Indonesia Data and Economic Conference atau IDE Katadata 2020 di Grand Balroom Kempinski, Jakarta, Kamis (30/1).

(Baca: BKPM: Investasi Tiongkok Turun Jika Virus Corona Tak Tuntas 2 Bulan)

Alasan pemerintah memilih investor yaitu berdasarkan rules of thumb alias beberapa syarat yang harus dipenuhi. Beberapa syarat tersebut di antaranya menyerap tenaga kerja lokal, melakukan transfer teknologi selama  3-4 tahun pertama dan memberikan nilai tambah.

"Kriteria investasi ke Indonesia (itu harus dipenuhi). Kami tak perduli, mereka dari bulan atau berpaham komunis, (yang penting) membawa apa," kata Luhut.

Luhut menyebut contoh investasi yang dijalankan investor Tiongkok di Morowali, Papua. Pemerintah ingin pekerja asal daerah tersebut yang bekerja. Namun, karena jumlah tenaga kerjanya tidak cukup sehingga memakai tenaga kerja asing.

(Baca: Jurus Ganjar dan Bahlil Pacu Investasi di Tengah Kemuraman Global)

Kemudian pemerintah mendirikan Politeknik sehingga ke depan bisa mengakomodasi pekerja asal Indoensia. Sekolah Politeknik itu pun sebagian besar menyerap penduduk dari daerah lain dan hanya sebagian kecil penduduk asli Morowali. Alasannya, kualitas pendidikan lulusan SMA di daerah tersebut belum memenuhi kualifikasi masuk Politeknik.

"Pemerintah pun memperbaiki kualitas sekolah, sehingga membaiklah pendidikan dan industrinya," kata Luhut.

Selain itu, Luhut juga menekankan, pemerintah lebih memilih bekerja sama dengan menggunakan skema Business to Business (B to B) dibanding Government to Government (G to G). Investor asal Jepang yang biasanya menawarkan skema G to G ini kini dihindari karena akan membebani APBN. "Karena kami memelihara (rasio utang terhadap GDP) tetap di bawah 30%," kata Luhut.

Jumlah investasi Tiongkok di Indonesia terus mengalami pertumbuhan, pada Januari-Desember 2019 berada di posisi kedua setelah Singapura. Singapura tercatat menanam dananya sebesar US$ 6,5 miliar atau 23,1%.  Selanjutnya, Tiongkok sebesar US$ 4,7 miliar atau mencapai 16,8%, Jepang US$ 4,3 miliar atau 15,3%, Hong Kong US$ 2,9 miliar atau 10,2%, dan Belanda US$ 2,6 miliar sebesar 9,2%. Berikut dapat dilihat pada grafik Databoks: