Buka Pasar Baru, Pemerintah Dorong Kerja Sama Dagang dengan Afrika

Arief Kamaludin|KATADATA
Suasana pelabuhan peti kemas. Indonesia berupaya untuk membuka akses perdagangan ke Afrika lebih luas lagi. Kemendag pun telah menjalin kerja sama dengan beberapa negara Afrika.
Penulis: Rizky Alika
21/8/2019, 11.18 WIB

Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus terus berupaya membuka akses perdagangan internasional ke pasar non-tradisional, yaitu Afrika. Hal itu disampaikan oleh Mendag Enggartiasto Lukita setelah pertemuan bilateral dengan empat menteri dari Afrika di Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) di Nusa Dua, Bali, Selasa (20/8).

Sejumlah perwakilan negara yang hadir ialah Menteri Industri, Perdagangan, dan Investasi Wilayah Otonomi Khusus Zanzibar, Tanzania, Amina Saloum Ali; Menteri Perdagangan Djibouti, Hassan Houmed; Menteri Pekerjaan Umum, Rekonstruksi, dan Perumahan Somalia, Abdi Adam Hoosow; dan Second Deputy Prime Minister dan Menteri untuk Komunitas Afrika Timur Uganda, A. M. Kirunda Kivejinja.

Enggar pun mengajak kerja sama dengan Zanzibar. “Indonesia dan Zanzibar sepakat untuk melakukan kajian guna mengidentifikasi potensi,” kata dia seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (21/8). Selain itu, pemerintah juga membahas peluang serta tantangan perdagangan dan investasi dua-arah.

Adapun total perdagangan Indonesia-Tanzania pada 2018 mencapai US$ 334,70 juta. Jumlah ini terdiri atas ekspor Ke Tanzania sebesar US$ 263,20 juta dan impor US$ 71,50 juta.

(Baca: Tembus Pasar Nontradisional, Kemendag Sedia Pembiayaan Ekspor Rp 1,6 T)

Produk ekspor utama Indonesia ke Tanzania antara lain kelapa sawit, pakaian wanita, kertas dan karton, serta mesin pengolahan mineral. Sedangkan produk impor utama meliputi cengkeh, kapas, tembakau yang belum diolah, serta tembaga murni dan paduan.

Selain Zanzibar, Indonesia telah sepakat dengan Djibouti untuk memulai proses joint feasibility study sebagai dasar penentuan bentuk kerja sama. Kerja sama tersebut dapat berbentuk Preferential Trade Agreement (PTA), perjanjian perdagangan bebas (FTA), atau CEPA.

Sementara itu, total perdagangan dengan Djibouti pada 2018 mencapai US$ 211,46 juta. Dari nilai tersebut, ekspor Indonesia sebesar US$ 211,45 juta dan impor US$ 4.000.

Enggar menilai, perdagangan tersebut masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, masih terbuka peluang besar untuk meningkatkan perdagangan kedua negara. “Djibouti memerlukan berbagai produk untuk pembangunan infrastruktur," ujarnya.

(Baca: Pemerintah Diminta Genjot Ekspor ke Negara Nontradisional)

Adapun, produk utama yang diekspor ke Djibouti antara lain sabun, minyak kelapa sawit, kertas dan karton, buku tulis, serta margarin. Sedangkan produk-produk yang diimpor seperti pakaian bayi dan aksesori.

Menurut Enggar kerja sama tersebut penting mengingat Djibouti merupakan salah satu anggota Common Market for Eastern and Southern Africa (COMESA). COMESA beranggotakan 21 negara di kawasan timur dan selatan Afrika.

Kemudian, Indonesia juga berdiskusi dengan Somalia untuk bekerja sama dalam membangun perumahan. Sebab, Somalia baru saja pulih dari perang saudara yang diikuti dengan kembalinya diaspora Somalia. Diaspora tersebut memerlukan tempat tinggal baru.

Selain itu, kedua negara sepakat mendorong kerja sama B-to-B, termasuk forum bisnis, serta penjajakan kesepakatan dagang (business matching). Adapun Somalia telah memiliki 15 kantor perwakilan dagang atau agen pembelian di Indonesia. “Somalia akan menjadi pintu masuk ke Ethiopia dan Kenya bagi produk Indonesia,” kata Enggar.

Kedua negara pun sepakat mencari solusi permasalahan pembayaran transaksi perdagangan, termasuk mendorong kerja sama perbankan dan kemungkinan dilakukannya imbal dagang. Saat ini, total perdagangan kedua negara tercatat US$ 68,1 juta yang didominasi ekspor Indonesia.

(Baca: Pemerintah Perluas Pasar Ekspor ke Amerika Latin)

Terakhir, Indonesia diundang oleh Uganda untuk melakukan investasi di sektor sepatu kulit dan bank syariah di Uganda. Selain itu, Menteri Uganda juga mengusulkan agar disediakan help desk untuk memfasilitasi produk Indonesia ke Uganda.

Terkait perjanjian dagang, Uganda akan mendorong Council Minister of The East African Community (EAC). Hal ini untuk mengagendakan proposal PTA dengan EAC yang telah diusulkan pada Juni 2017.

Menurut Mendag, upaya pembukaan pasar melalui perjanjian perdagangan internasional juga dapat mendorong perkembangan dunia usaha menjadi lebih maju. Dengan adanya upaya penjajakan kerja sama, dunia usaha dapat terstimulus untuk mempersiapkan diri sebelum perjanjian dapat diimplementasikan.

Pada seluruh pertemuan bilateral tersebut, Enggar mengundang semua pelaku usaha untuk hadir pada Trade Expo Indonesia ke-34 yang rencananya dilaksanakan pada 16-20 Oktober 2019 di BSD, Tangerang.

(Baca: Indonesia Berpotensi Ekspor 1 Juta Ton CPO ke Timur Tengah dan Afrika)

Reporter: Rizky Alika