Kemendag Tegaskan Pelarangan Ekspor Nikel Bukan Retaliasi Dagang

ANTARA FOTO/REUTERS/Yusuf Ahmad
Seorang pekerja memperlihatkan bijih nikel di smelter feronikel yang dimiliki oleh perusahaan tambang negara Aneka Tambang Tbk. Pemerintah akan melarang ekspor bijih nikel mentah mulai Januari 2020.
Editor: Ekarina
8/1/2020, 12.13 WIB

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan pelarangan ekspor bijih mentah (ore) nikel bukan bentuk retaliasi atau tindak pembalasan perdagangan atas diberlakukannya kebijakan diskriminasi sawit melalui Renewable Energi Directive II (RED II) dan Deregulated Regulation.  

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga juga menyebut, Indonesia tak melanggar ketentuan perdagangan bebas terkait larangan ekspor nikel. 

Atas kebijakan Indonesia ini, Uni Eropa menyatakan keberatan telah melakukan gugatan ke World Trade Organization (WTO) dengan nomor registrasi kasus DS592. Sebaliknya, Indonesia juga melayangkan gugatan atas kebijakan RED II dalam waktu yang hampir bersamaan.

(Baca: Bahas Sengketa Sawit & Nikel, RI Akan Hadapi Eropa Januari 2020)

Namun demikian, Jerry menegaskan hal itu tidak saling berkaitan. "Perlu ditekankan bahwa usulan waktu konsultasi sawit ini bukan respon reaktif atau retaliasai terhadap gugatan Uni Eropa atas larangan raw material," kata Jerry saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Selasa (7/1).

Pemerintah juga berkomitmen untuk mengecam segala bentuk diskriminasi yang menciderai prinsip-prinsip perdagangan bebas. 

Di sisi lain, pemerintah justru menyayangkan sikap Uni Eropa yang memberlakukan kebijakan RED II yang dinilai tidak adil. Padahal, selama ini Eropa dikenal sebagai negara yang sering mengadvokasi perdagangan bebas, namun kali ini justru sebaliknya.

"Seharusnya Uni Eropa negara yang mengerti, memahami konsep perdagangan bebas harus lebih terbuka bukan berkutat pada kebijakan proteksionisme seperti ini," kata dia.

Pemerintah Indonesia bakal melakukan pelarangan ekspor bijih nikel mulai Januari 2020. Pelarangan ekspor itu dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

(Baca: Gugatan Sawit di WTO Tak Ganggu Perundingan Dagang RI-Uni Eropa)

Tak terima atas wacana pelarangan tersebut, Uni Eropa resmi mengadukan kebijakan Indonesia kepada WTO bulan November 2019. Komisioner Perdagangan Uni Eropa Cecilia Malmstrom menuding pelarangan ekspor bijih nikel merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk mengembangkan industri stainless steel di dalam negeri secara tidak adil.

Hal itu dinilai menciptakan risiko besar bagi sektor baja Uni Eropa. "Terlepas dari upaya bersama kami, Indonesia tetap mempertahankan langkah-langkah ini dan bahkan mengumumkan larangan ekspor baru untuk Januari 2020," katanya seperti dilansir dari Reuters.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto