Pengusaha Nilai Brexit Tak Berdampak Besar ke Ekspor Minyak Sawit RI

Agung Samosir | KATADATA
Deretan produk crude palm oil yang berbahan dasar kelapa sawit dari kabupaten Landak di stand Provinsi Kalimantan Barat . Pengusaha menilai Brexit tak berdampak besar terhadap permintaan minyak sawit Indonesia, lantaran konsumsi Inggris yang kecil.
Editor: Ekarina
4/2/2020, 09.05 WIB

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) tak berdampak signifikan terhadap ekspor minyak sawit mentah (CPO) dalam negeri. Sebab,  permintaan atau konsumsi minyak kelapa sawit negara tersebut tidaklah besar.

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan, konsumsi minyak sawit Inggris dari Indonesia lebih rendah dibandingkan Spanyol, Italia, Jerman dan Belanda. Konsumsi minyak sawit negara Eropa diperkirakan masih akan stagnan di kisaran 4,5 - 5 juta ton tahun ini.

(Baca: Gapki: Ekspor Minyak Sawit ke Tiongkok Bisa Turun Karena Virus Corona)

Sepeti diketahui, ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa terus menghadapi hambatan, baik dari sisi tarif atau bea masuk, hingga maraknya kampanye hitam. Dengan demikian, ekspor sawit ke Benua Biru menjadi sulit berkembang. 

"Menurut saya dari segi volume tak akan signifikan. Bahwa kemudian secara politik karena dia di luar Uni Eropa, kemudian bersikap berbeda ya bisa saja," kata Joko saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (3/1).

Menurut dia, konsumsi minyak sawit Inggris yang diimpor dari Indonesia lebih banyak digunakan untuk pencampuran bahan bakar industri biodiesel. Dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, justru memungkinkan untuk industri-industri tersebut mendesak pemerintah setempat untuk meningkatkan impor minyak sawit dari Tanah Air. 

"Oleh karena itu tinggal bagaimana kita berjuang salah satunya memprovokasi industri di sana yang butuh harus bicara ke pemerintahnya, jangan diam. Partner kita di sana kan banyak diam, tapi beli terus," kata dia.

(Baca: Kadin Sebut Brexit Berdampak terhadap Perdagangan Indonesia ke Inggris)

Hal yang sana juga diungkapkan Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Paulus Tjakrawan. Menurutnya, hingga saat ini Brexit belum berdampak apa-apa terhadap ekspor minyak sawit ke Benua Biru. Meski demikian, momentum ini harus dimanfaatkan pemerintah untuk menjalin kerja sama dengan Inggris untuk meningkatkan ekspor.

Namun, setelah Brexit menyebabkan prosedur perdagangan antara Indonesia dan Inggris juga berubah. "Nanti ke depan ada kemungkinan kita harus membuat perjanjian tersendiri dengan Inggris," kata dia.

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan dalam 11 bulan ke depan akan ada perubahan persyarataan dan prosedur perdagangan. Namun, hal itu akan berlangsung secara bertahap.

"Kami menunggu apakah ada prioritas khusus dari Inggris kepada produk ekspor asal Indonesia seperti yang kita dapatkan dari Uni Eropa," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (31/1).

Reporter: Tri Kurnia Yunianto