Rupiah Anjlok 7,9% dalam Sepekan, Pengusaha Prediksi Impor Masih Turun

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ilustrasi kegiatan ekspor-impor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kadin memperkirakan impor masih akan terus menurun karena pelemahan nilai tukar rupiah membuat harga barang impor menjadi relatif lebih mahal.
Penulis: Rizky Alika
20/3/2020, 18.52 WIB

Nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 7,9% dalam sepekan. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Kamdani memperkirakan impor masih akan tertekan lantaran harga barang impor yang menjadi lebih mahal.

"Impor akan tertekan karena biaya lebih mahal daripada kondisi normal dan permintaan pasar domestik juga menurun," kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (20/3).

Selain itu, permintaan terhadap produk manufaktur yang merupakan kebutuhan non-primer juga mengalami tekanan. Meski begitu, dia memperkirakan industri akan terus mengimpor selama kegiatan ekonomi nasional tidak diisolasi secara total oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19).

Meski demikian, industri manufaktur diperkirakan akan tetap mengimpor bahan baku atau bahan penolong selama industri masih diizinkan untuk terus berproduksi.

(Baca: Pabrik di Tiongkok Mulai Operasi, Pengusaha Cemas Banjir Impor Tekstil)

Meski mengalami penurunan, Shinta menilai impor tidak akan anjlok sebesar bulan sebelumnya lantaran Tiongkok sudah mulai normalisasi. Dengan demikian, produk impor dari Negeri Tirai Bambu tersebut bisa masuk ke Tanah Air.

Shinta pun menilai, stimulus perdagangan yang telah diberikan pemerintah tidak serta merta berdampak pada pengusaha. "Belum terjadi secara signifikan karena kebijakan relaksasinya memerlukan waktu," ujar dia.

Selain komoditas bawang, ia memperkirakan relaksasi impor baru terjadi pada awal April. Untuk relaksasi kredit usaha, perbankan memerlukan waktu untuk mendistribusikan pinjaman usaha.

Terlebih lagi, tidak semua usaha dapat mengambil pinjaman tambahan meski mengalami kesulitan finansial. Sebab, setiap pengusaha memiliki pertimbangan masing-masing.

(Baca: Rupiah Masih dalam Tekanan, Meski Berhasil Keluar dari Level Rp 16.000)

Dia pun berharap, pemerintah dapat melakukan intervensi secara moneter untuk menstabilisasi nilai tukar. "Misalnya dengan mengatur jumlah uang yang beredar atau menambah reserve (cadangan) nasional," katanya.

Meski demikian, dia memperkirakan upaya tersebut tidak cukup untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi asumsi makro dalam APBN. Namun, upaya tersebut perlu dilakukan agar nilai rupiah tidak anjlok terlalu dalam sehingga industri tidak tertekan dalam waktu lama.

Mengacu pada Bloomberg, nilai tukar rupiah pada Jumat (20/3) di pasar spot ditutup pada posisi Rp 15.960 per dolar Amerika Serikat. Ini artinya, mata uang Garuda telah melemah 7,9% dari posisinya pada pekan lalu Rp 14.778 per dolar AS.

(Baca: Pasar Panik, Rupiah Anjlok ke Rp 16 Ribu per Dolar AS)

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan optimistis aktivitas impor tetap berjalan dengan baik. Sebab, pemerintah telah memberikan stimulus terhadap sektor perdagangan utnuk mengantisipasi dampak negatif dari virus corona. "Pada dasarnya impor bahan baku ini kami perlancar dan juga mudah-mudahan tidak ada halangan apapun," ujarnya.

Terkait dengan potensi kenaikan harga produk yang diimpor, ia mengatakan hal tersebut bergantung pada kondisi industri pada hulu dan negara pemasoknya. Pihaknya pun akan terus memantau perkembangan dari nilai tukar rupiah serta dampaknya pada ekspor dan impor.

Reporter: Rizky Alika