Usai Anjlok hingga Minus, Harga Minyak Perlahan Bangkit jadi US$ 1,4

KATADATA
Ilustrasi Kilang Minyak. Harga minyak mentah berjangka AS atau WTI untuk kontrak Mei perlahan bangkit ke level US$ 1,4 per barel.
Editor: Ekarina
21/4/2020, 09.34 WIB

Harga minyak mentah berjangka AS atau WTI untuk kontrak Mei perlahan bangkit pada perdagangan Selasa (21/4) waktu Indonesia. Harga minyak berangsur naik setelah pada sesi sebelumnya ditutup pada level terendah untuk pertama kalinya dalam sejarah, karena rendahnya permintaan dan stok yang melimpah akibat wabah virus corona global

Dikutip dari Bloomberg pada Selasa (21/4) pukul 09.15 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Mei 2020 beranjak naik 103% ke level US$ 1,46 per barel. Sementara, harga minyak Brent untuk kontrak Juni 2020 naik tipis 0,23% ke level 25,63 per barel.

(Baca: Pertama Kali dalam Sejarah, Harga Minyak Anjlok di Bawah US$ 0 / Barel)

Meski harga minyak untuk kontrak Mei sempat diperdagangkan di bawah US$ 0 per barel, tetapi harga minyak WTI untuk konrak Juni justru naik 5 sen atau 2,5% ke level US$ 20,94 per barel.

Seperti diketahui, minyak jenis WTI diperdagangkan negatif untuk pertama kalinya dalam  sejarah, karena miliaran orang di seluruh dunia membatasi perjalanan demi memperlambat penyebaran Covid-19. Sehingga, hal tersebut juga berdampak menurunnya permintaan minyak mentah dunia sekitar 30% dan melimpahnya pasokan. 

Pusat penyimpanan utama AS di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk kontrak minyak WTI diproyeksikan akan kembali terisi dalam hitungan minggu.

(Baca: Terendah dalam 19 Tahun, Harga Minyak Dunia Anjlok ke US$ 15 / Barel)

"Jika pengisian di dalam fasilitas penyimpanan tersebut berlangsung terus menerus. Dikhawatirkan tidak ada ruang sisa untuk tempat penyimpanan," kata ANZ Research dalam sebuah catatan seperti dikutip dari Reuters.

Harga minyak masih terus tertekan, sekalipun OPEC dan sekutunya termasuk Rusia telah bersepakat untuk memangkas produki minyak sebesar 9,7 barel per hari. Kesepakatan tersebut akan berlangsung pada Mei mendatang.

"Bahkan perjanjian pasokan OPEC + tidak mungkin membendung aliran penjualan dalam jangka pendek," tambah ANZ Research.

Reporter: Verda Nano Setiawan