PBNU dan 13 Organisasi Islam Dukung Perppu Ormas Anti-Pancasila

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Massa ormas Islam saat menggelar unjuk rasa di Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Jumat (5/5).
Penulis: Yuliawati
12/7/2017, 19.04 WIB

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan mendukung langkah pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 yang mengatur organisasi kemasyarakatan (ormas).

“Perppu akan mempercepat proses hukum penanganan ormas radikal, tanpa memberangus hak-hak konstitusional ormas,” kata Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Robikin Emhas dalam siaran pers, Rabu (12/7).

Robikin memaparkan, sebelum terbit Perppu, PBNU dan 13 organisasi Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) meminta pemerintah segera menerbitkan Perppu tentang Ormas Anti-Pancasila.

Organisasi yang bergabung LPOI selain PBNU adalah Persatuan Islam, Al-Irsyad, Al-Islmiyah, Arrobithoh Al-Alawiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Mathlaul Anwar, dan Attihadiyah. Ormas lain adalah Azikra, Al-Wasliyah, IKADI, Syariakat Islam Indonesia, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Dewan Da’wah Islamiyah.

(Baca: Terbitkan Perppu, Pemerintah Bisa Bubarkan Ormas Tanpa Pengadilan)

Dukungan terhadap aturan pembubaran ormas radikal, kata Robikin, karena saat ini penyebaran paham radikalisme di Indonesia sangat masif dan terstruktur. Apabila dibiarkan maka akan sangat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Karena ibarat sel kanker, tingkat penyebarannya sangat cepat sehingga dibutuhkan penanganan yang tepat dan cepat, termasuk melalui pendekatan hukum,” kata dia.

Robikin menilai Perppu dibutuhkan untuk memberi landasan hukum pembubaran ormas radikal dan anti-Pancasila, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). “HTI terbukti anti-Pancasila dan mendesakkan siatem khilafah yang justru tidak dipakai lagi di negara-negara Islam,” kata dia.

Sementara itu, kuasa hukum HTI Yusril Ihza Mahendra mengatakan Perppu yang menghilangkan prosedur pembubaran ormas sebagai kemunduran demokrasi dan membuka peluang bagi kesewenang-wenangan. "Saya berharap DPR bersikap kritis dalam menyikapi Perppu ini untuk mencegah terjadinya kesewenangan," kata Yusril.

(Baca: Hasil Survei: Mayoritas Warga Indonesia Tolak ISIS dan HTI)

Sebelumnya Menteri Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan Perppu tentang ormas tak bertujuan mendiskreditkan ormas atau pun masyarakat Islam. “Jangan sampai nanti ada tuduhan pemikiran prasangka, Perppu ini akan memisahkan pemerintah dengan masyarakat Islam, dengan Ormas Islam, sama sekali bukan," kata Wiranto. 

Wiranto menjelaskan Perppu diterbitkan karena UU Nomor 17/2013 tidak mewadahi asas hukum administrasi contrario actus. Asas hukum tersebut menyatakan bahwa lembaga yang mengeluarkan izin atau memberikan pengesahan juga memiliki wewenang untuk mencabut atau membatalkannya.

Lewat Perppu Nomor 2/2017, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri, dapat membubarkan ormas yang diduga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 secara langsung, tak lagi melalui proses di pengadilan.