Pemda Aceh Disebut Inginkan Skema Cost Recovery untuk Blok NSB

Katadata
Ilustrasi, blok migas. Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) merekomendasi perpanjangan kontrak Blok NSB kepada Pertamina Hulu Energi selama 20 tahun. Perpanjangan kontrak diharapkan bisa menggunakan skema cost recovery.
27/7/2019, 06.00 WIB

Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) mengungkapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh menginginkan pengelolaan Blok NSB tetap menggunakan kontrak bagi hasil cost recovery. Sebab, skema tersebut dianggap paling ideal. 

Deputi Operasi dan Perencanaan BPMA Teuku Muhammad Faisal mengatakan, skema cost recovery bukan hanya diharapkan Pemprov Aceh, tapi juga oleh Pertamina Hulu Energi (PHE) selaku kontraktor blok tersebut.

Berdasarkan kajian PHE, skema tersebut lebih menguntungkan ketimbang skema gross split.  "Yang gross split itu kurang, dalam arti profit-nya buat masyarakat Aceh, di situ banyak minusnya. Cost recovery yang saat ini bagus diterapkan di Aceh," ujarnya di Aceh, Jumat (26/5).

(Baca: Pasokan Gas dari Blok NSO dan NSB Menunggu Kesiapan Fasilitas Arun)

Namun, keinginan Pemprov Aceh terganjal aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan blok terminasi menggunakan skema gross split. Pertamina pun tak berani menyinggung soal kemungkinan penggunaan cost reovery.  

"Mereka tidak berani statement itu, apalagi di pemerintah," ujarnya.

Saat ini, PHE tengah menunggu persetujuan Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk perpanjangan kontrak pengelolaan Blok NSB. Pemprov Aceh melalui BPMA merekomendasikan perpanjangan kontrak selama 20 tahun.

Saat ini, PHE beroperasi dengan menggunakan kontrak sementara yang berlaku untuk enam bulan. Kontrak sementara Blok NSB pertama kali diberikan pada Oktober 2018 dan berlaku hingga 3 April 2019.

(Baca: Dorong Investasi, ESDM Serahkan Data Hulu Migas ke Pemprov Aceh)

Kemudian, PHE mendapatkan kontrak sementara kedua yang berlaku mulai 2 Mei 2019 hingga enam bulan ke depan atau sampai kontrak penuh Blok NSB berlaku efektif.

PHE mengelola Blok NSB sejak Oktober 2015 setelah mengakuisisi hak kelola perusahaan asal Amerika Serikat ExxonMobil. Blok NSB mulai berproduksi tahun 1977 dengan puncak produksi mencapai sekitar 3.400 juta kaki kubik per hari (mmscfd).