Masih Terdampak Serangan Kilang Saudi, Harga Minyak Naik Hampir 15%

ANTARA FOTO/VIDEOS OBTAINED BY REUTERS
Asap terlihat menyusul kebakaran di sebuah pabrik Aramco di Abqaiq, Arab Saudi, Sabtu (14/9/2019), dalam gambar yang didapatkan dari media sosial. Dampak serangan tersebut masih membawa harga minyak jenis Brent dan Wast Texas Intermediate naik hampir 15% hari Selasa (17/9).
17/9/2019, 09.29 WIB

Harga minyak naik hampir 15% pada perdagangan Senin atau Selasa (17/9) waktu Indonesia. Kenaikan terjadi akibat masih adanya dampak dari serangan terhadap fasilitas minyak mentah Arab Saudi yang memotong produksi minyak Negeri Petrodolar tersebut.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka jenis Brent naik menjadi US$ 69,02 per barel atau melonjak 14,6%. Persentase kenaikan perdagangan satu hari tersebut merupakan yang terbesar sejak 1988.

Sedangkan minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) naik menjadi US$ 62,90 per barel atau melonjak 14,7%, terbesar sejak Desember 2008.

Seorang analis pasar energi di CHS Hedging LLC, St. Paul, Minnesota Tony Headrick mengatakan serangan terhadap infrastruktur minyak Saudi datang sebagai kejutan. "Ada pandangan yang berubah mengenai prospek pasokan dan banyak (pelaku pasar) yang lengah," ujarnya, Selasa (17/9).

(Baca: Serangan Kilang di Arab Saudi Memicu Lonjakan Harga Minyak hingga 19%)

Serangan terhadap fasilitas pemrosesan minyak mentah milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais akhir pekan lalu membuat Aramco kehilangan produksi sebesar 5,7 juta barel per hari. Perusahaan belum memberikan kepastian kapan kapasitas produksi akan kembali seperti semula.

Timbul pula pertanyaan mengenai kemampuan Arab Saudi untuk mempertahankan ekspor minyak. Arab Saudi merupakan eksportir minyak terbesar di dunia dan dengan kapasitas cadangan yang relatif besar.

Sumber internal Aramco mengatakan bahwa untuk mengembalikan kapasitas produksi menjadi normal kemungkinan akan membutuhkan waktu hingga beberapa bulan. "Kami bahkan tidak tahu berapa waktu yang diperlukan (memulihkan suplai)," kata analis energi Hedgeye Research Joe McMonigle.

(Baca: Harga Minyak Terbang setelah Serangan Drone)

Ekspor minyak Saudi sebenarnya ditargetkan tidak akan terganggu. Pasalnya Arab Saudi menyatakan akan mengeluarkan stok minyak dari fasilitas penyimpanannya yang besar.

Namun, serangan itu telah menimbulkan pertanyaan tentang berapa lama Arab Saudi akan menggunakan stok minyaknya untuk diekspor serta bagaimana importir Asia menemukan sumber alternatif jika stok tersebut menipis sehingga aliran ekspor dari Arab Saudi terganggu.

Importir utama minyak mentah Saudi seperti India, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan (Korsel), akan menjadi yang paling rentan terhadap gangguan pasokan.

Korsel tengah mempertimbangkan untuk mengeluarkan cadangan minyak strategisnya. Sedangkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menyetujui pelepasan minyak dari cadangan minyak strategis AS, yang mencapai lebih dari 640 juta barel minyak mentah.

(Baca: Drone Pemberontak Yaman Serang Kilang Minyak Terbesar Arab Saudi)

Reporter: Verda Nano Setiawan