Korupsi Hambat Ekonomi, 85 Ekonom Desak Jokowi Terbitkan Perppu KPK

ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Sebanyak 85 ekonom dan akademisi meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu KPK. Mereka beralasan UU yang baru akan melemahkan KPK dan berpotensi meningkatkan korupsi yang menghambat ekonomi.
Penulis: Ameidyo Daud
17/10/2019, 15.11 WIB

Gelombang tuntutan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali muncul. Kali ini permintaan itu datang dari puluhan ekonom dan akademisi.

Awalnya ada 41 ekonom yang mendukung  Jokowi mengeluarkan Perppu, namun hingga 12.02 WIB tadi jumlahnya meningkat jadi 85 orang. Dalam surat terbuka kepada Jokowi, para ekonom beralasan UU yang baru akan melemahkan KPK dan berpotensi meningkatkan korupsi. Dikhawatirkan ekonomi RI akan terhambat kejahatan tersebut. 

Beberapa nama di antaranya dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri, dosen FEB Universitas Gadjah Mada (UGM) Elan Satriawan, hingga ekonom CORE Piter Abdullah.

Selain itu ada pula nama Prof. Bambang Riyanto dan Prof. Lincolin Arsyad dari FEB UI, Prof. Arief Anshori Yusuf dari FEB UNPAD, serta Arianto Patunru dan Firman Witoelar dari Australia National University (ANU). Lalu ada nama Prof. Bustanul Arifin dari Universitas Lampung, Fahmy Radhi dari FEB UGM, serta Berly Matawardaya dari FE UI.

 “Memohon Bapak Presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK atau semakin memperkuat KPK,” tulis para ekonom tersebut dikutip Katadata.co.id dari laman faisalbasri.com, Kamis (17/10).

(Baca: Kali Ketiga Ditanya Perppu KPK, Jokowi Bungkam)

Para ekonom juga menyebut korupsi merupakan lawan dari optimalisasi dan efisiensi sumber daya yang diajarkan dalam ilmu ekonomi. Mereka juga menyampaikan bahwa korupsi akan mengganggu kemudahan investasi, memperburuk ketimpangan pendapatan, melemahkan kapasitas fiskal, dan menciptakan instabilitas makro.

Korupsi juga berdampak buruk pada pembangunan infrastruktur, membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan menyuburkan aktivitas ekonomi yang ilegal. “Argumentasi penindakan korupsi menghambat investasi tidak didukung kajian empiris,” tulis para ekonom.

Ekonom dan akademisi juga mengatakan KPK telah memperbaiki transparasi dan tata kelola sektor strategis seperti kesehatan, Pendidikan, pertambangan, perkebunan, kehutanan, hingga peningkatan penerimaan negara.

“Pelemahan KPK akan mengancam kinerja berbagai pencegahan korupsi,” ujar dia.

Mereka berpendapat, selain dampak negatif ke ekonomi, maraknya korupsi dapat mengancam eksistensi pemerintah hingga mendorong kerusakan lingkungan. “Dampak pelemahan KPK justru membebani DPR, pemerintah, dan masyarakat,” tulis surat ekonom.

Undang-undang KPK juga telah berlaku pada hari ini, Kamis (17/10) setelah sebulan disahkan oleh DPR. Namun Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief meminta Jokowi menunda UU ini karena dianggap mengandung 26 pelemahan.

(Baca: Ada 26 Masalah, KPK Minta Jokowi Tunda Pelaksanaan UU KPK)

Meski begitu, Jokowi lagi-lagi bungkam ketika ditanya soal Perppu bagi komisi antirasuah itu. Ditanya awak media pada Rabu (16/10),  Jokowi hanya tersenyum ketika ditanya. Ini merupakan kali ketiga Jokowi tak menjawab saat ditanya terbitnya Perppu tersebut. 

Sebelumnya, Jokowi diam saat ditanya Perppu KPK di Solo, awal bulan ini. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menghindari pertanyaan serupa dari awak media usai bertemu dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Senin (14/10) lalu.