Bank Dunia: Kerugian Kebakaran Hutan di Indonesia Rp 72,9 Triliun

ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Helikopter milik BNPB melakukan "water bombing" pada kebakaran hutan di kawasan Kereng Bangkirai, Taman Nasional Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Selasa (1/10/2019). Berdasarkan data BNPB pada Senin (30/9/2019) tercatat 673 titik panas dengan luas lahan terbakar periode Januari hingga Agustus mencapai 328.724 hektare di seluruh Indonesia.
Penulis: Rizky Alika
11/12/2019, 21.51 WIB

Bank Dunia melaporkan total kerugian ekonomi dari kebakaran hutan di Indonesia pada tahun ini mencapai US$ 5,2 miliar atau sekitar Rp 72,9 triliun. Nilai tersebut setara dengan 0,5 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Mengutip dari Reuters, estimasi tersebut berdasarkan kajian pada delapan provinsi yang terdampak kebakaran pada Juni hingga Oktober 2019. Laporan tadi diterbitkan pada hari ini, Rabu (11/12).

Meski begitu, analis Bank Dunia menyebutkan kebakaran terus berlanjut hingga November. “Kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap menyebabkan dampak ekonomi negatif yang signifikan,” demikian bunyi laporan tersebut.

Bank Dunia memperkirakan kerusakan langsung terhadap aset mencapai US$ 157 juta, sedangkan kerugian dari kegiatan ekonomi mencapai US$ 5 miliar.

(Baca Juga: Dikepung Kabut Asap, Warganet Lambungkan Tagar Save Palembang)

Dampaknya, lebih dari 900 ribu orang terserang sakit pernafasan, 12 bandara nasional berhenti beroperasi, dan ratusan sekolah di Indonesia, Malaysia, dan Singapura ditutup karena kebakaran. Selain itu, asap kebakaran memicu konflik diplomatik antara Kuala Lumpur dan Jakarta.

Bank Dunia juga mencatat, lebih dari 942 ribu hektare hutan dan lahan terbakar tahun ini. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar sejak kebakaran hebat pada 2015. Para pejabat mengatakan, lonjakan disebabkan oleh pola cuaca El Nino yang memperpanjang musim kemarau.

Akibat lainnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 dan 2020 diprediksi menurun masing-masing 0,09 dan 0,05 poin persentase. Bank Dunia memperakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5 % pada tahun ini dan 5,1 % untuk 2020.

Laporan tadi menyatakan kebakaran tersebut merupakan imbas buatan manusia dan menjadi masalah kronis setiap tahun sejak 1997. “Sebab api dianggap sebagai metode termurah untuk menyiapkan lahan untuk ditanami,” demikian Bank Dunia melanjutkan paparannya.

(Baca: Pemerintah Menang Gugatan Perdata Kasus Karhutla Senilai Rp 315 T)

Sekitar 44 % dari area yang terbakar pada 2019 berada di lahan gambut. Adapun emisi karbon dari kebakaran Indonesia diperkirakan hampir dua kali lipat dari emisi kebakaran di Amazon Brasil tahun ini.

Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa memprediksi total 720 megaton emisi CO2 berasal dari kebakaran hutan Indonesia pada Januari-November tahun ini.

Efek jangka panjang dari kebakaran berulang tidak termasuk dalam perkiraan ini. Paparan asap berulang akan mengurangi kualitas kesehatan dan pendidikan serta merusak citra global terhadap minyak kelapa sawit sebagai komoditas penting Indonesia.

Reporter: Rizky Alika