Pemerintah akan menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pekan depan. Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, draf aturan itu hanya perlu ditandatangani oleh menteri terkait.
"Hari ini sudah selesai semuanya. Kami jelaskan ke kementerian dan lembaga (K/L) begitu selesai draf RUU-nya. Masih butuh paraf dari menteri terkait," kata Susiwijono di kantornya, Jakarta, Jumat (24/1).
Ia mengatakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan menandatangani draf tersebut pada Senin depan. Setelah itu, Airlangga bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly serta kementerian terkait melaporkan secara resmi kepada Presiden Jokowi.
Setelah itu, presiden akan menggelar rapat terbatas sekaligus untuk menandatangani oleh para menteri terkait. Kemudian, presiden akan menyusun Surat Presiden yang akan diserahkan kepada Ketua DPR.
(Baca: Dengan Omnibus Law, Apindo Prediksi Sektor UKM Meningkat)
Susi pun mengatakan, pemerintah masih mengkaji substansi omnibus law. Jika draf tersebut telah matang, pemerintah akan menyampaikan RUU tersebut kepada publik.
Ia pun memastikan, RUU tersebut dibahas secara terbatas. "Dijamin kalau beredar dalam bentuk apapun, pasti tidak benar," ujar dia.
Omnibus law tersebut mencakup tiga aturan yaitu Cipta Lapangan Kerja, Perpajakan, dan Ibu Kota Negara. Draf RUU itu masuk dalam program legislatif nasional (prolegnas) prioritas 2020.
Sebelumnya, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri curiga pembahasan RUU omnibus law dirahasiakan. Ia menduga, tim diskusi aturan tersebut diminta untuk berjanji tidak membocorkan hasil diskusi kepada pihak lain.
"Ini sudah rusak. Kita pantas curiga. Pihak yang diundang diskusi harus teken di atas materai agar tidak membocorkan hasil rapat," kata Faisal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa lalu (21/1).
(Baca: Faisal Basri Curigai RUU Omnibus Law karena Pembahasannya Rahasia)
RUU ombibus law semula disusun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi seperti keinginan Presiden Jokowi. Caranya, dengan meningkatkan investasi.
Namun, Faisal menilai kondisi investasi di Indonesia saat ini tidaklah buruk. pertumbuhan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) melebihi Produk Domestik Bruto (PDB) dalam lima tahun terakhir. Pada 2014, PMTB Indonesia 4,45% dan terus meningkat menjadi 6,67% pada 2018.
Di sisi lain, pertumbuhan investasi Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia, Afrika Selatan, dan Brasil. Karena itu, menurutnya pangsa investasi sudah sangat tinggi. Selain itu, investor asing dinilai masih antusias untuk menanamkan dananya di dalam negeri.
(Baca: RUU Omnibus Law Dinilai Tak Sesuai dengan Sistem Hukum RI)