Memahami Penyebab Banjir yang Selalu Melanda Jakarta

Twitter @TMCPoldaMetro
Banjir di Perempatan Sarinah, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Penulis: Sorta Tobing
27/2/2020, 16.34 WIB

Banjir melanda sejumlah wilayah di DKI Jakarta sejak akhir pekan lalu hingga kemarin, Rabu (26/2). Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan banjir bulan ini paling parah terjadi di Jakarta Timur, dengan 25 kelurahan yang terdampak dan 758 individu yang mengungsi.

Ada pun wilayah yang paling sedikit terdampak banjir adalah Jakarta Utara dan Jakarta Barat yang hanya melanda lima kelurahan. Data selengkapnya digambarkan dalam Databoks berikut ini:

Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) menyebut penyebab banjir tahun ini adalah cuaca ekstrem. Hujan deras sempat mengguyur ibu kota pada Senin pukul 07.00 WIB hingga hari berikutnya di jam yang sama.

Fenomena cuaca ekstrem yang melanda Indonesia sejak awal 2020 erat kaitannya dengan perkembangan perubahan iklim. Hal ini pun sesuai dengan proyeksi BMKG. Menurut lembaga itu, seperti dilaporkan Kompas.com, perubahannya telah dimulai pada 1900an.

Kepala BMKG Dwikorta Karnawati mengutarakan curah hujan tertinggi terjadi pertama kali pada tahun 1918, kemudian berulang pada tahun 1950. Artinya, cuaca ekstrem berulang lebih 30 tahun. "Tahun berikutnya semakin singkat selisihnya,” kata Dwikorta.

(Baca: PUPR Anggarkan Rp 6 Triliun untuk Tangani Banjir, Termasuk di Jakarta)

Banjir di Jakarta Timur. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Penyebab Jakarta Sering Kebanjiran

Pada 2020 tercatat sudah tiga kali banjir terjadi di Jakarta, terhitung sejak awal pergantian tahun. Kejadian serupa juga pernah terjadi sebelumnya.

BMKG mencatat banjir besar pernah terjadi di ibu kota pada Januari dan Februari 1918, Januari 1979, Februari 1996, Februari 2007, Januart dan Februari 2013, dan pergantian tahun 2019 ke 2020. Lantas, apa yang menyebabkan banjir terus melanda Jakarta?

1. Penurunan Permukaan Tanah

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, melansir dari CNNIndonesia.com, mengatakan salah satu penyebab banjir Jakarta adalah akibat pengambilan air tanah yang cukup banyak. Kondisi ini menyebabkan permukaan tanah semakin menurun di bawah permukaan laut.

2. Saluran Pembuangan Tersumbat

Banjir juga disebabkan oleh banyak tempat pembuangan saluran air yang tersumbat. Populasi sampah sering menumpuk di bagian hilir sungai. Genangan air dengan mudah muncul apabila alirannya tersumbat oleh sampah.

(Baca: Banjir di Jakarta Akibat Drainase, Menteri PUPR MInta BUMN Beli Pompa)

3. Pembuangan Limbah ke Sungai

Selain pencemaran sampah, menurut penelitian dalam jurnal Teknologi Lingkungan (2002) milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), banjir di DKI Jakarta juga disebabkan oleh pencemaran limbah industri dan rumah tangga.

Perilaku masyarakat dan industri yang gemar membuang limbah dan kotoran ke sungai menyebabkan pendangkalan dan penyempitan. Kemampuan sungai dalam menampung dan mengalirkan air hujan kian menurun.

4. Salah Kaprah Masyarakat tentang Sungai

Penelitian tersebut melanjutkan, konsepsi nilai budaya masyarakat yang melihat sungai sebagai tempat pembuangan sampah yang praktis dan murah semkin memperburuk keadaan.

“Dari sudut pandang antropologis, kecenderungan masyarakat untuk membuang limbah dan kotoran ke sungai telah menjadi adat dan kebiasaan sejak dulu kala, jauh sebelum adanya sarana dan prasarana sanitasi,” papar penelitian tersebut.

Kerugian dari Banjir Jakarta

Banjir tentu saja menghasilkan konsekuensi bagi ibu kota. Aktivitas bisnis terhambat, begitu pula dengan sarana infrastruktur dan transportasi. Apa saja dampak negatif dari bencana banjir Jakarta?

1. Ekonomi

Banyak aktivitas ekonomi yang dipaksa terhenti selama bencana banjir terjadi. Sebagai contoh, Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengklaim 90% persen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terdampak oleh bencana banjir.

"Sekitar 90% lebih dunia usaha UMKM pasti terdampak. Tapi dampak ini akan tergantung dari berapa lama cuaca ekstrem ini berlangsung," kata Sandiaga di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Jakarta, Selasa (25/2).

Di level ekonomi makro, banjir dapat menganggu alur distribusi barang dan mengakibatkan penundaan penanaman komoditas pangan, sehingga menyebabkan kenaikan harga.

Sebagai contoh, pada Januari lalu, banjir membuat harga beras, cabai dan bawang merah mengalami kenaikan dan berujung pada kenaikan inflasi sebesar 0,39% secara bulanan dan 2,69% secara tahunan. Katadata.co.id sempat mencatat harga cabai sentuh 95 ribu per kilogram pada 3 Februari 2020.

2. Sarana dan Infrastruktur

Selain di bidang ekonomi, kerugian banjir juga menyasar sarana dan infrastruktur. Pada Selasa lalu dua perusahaan telekomunikasi, Telkomsel dan XL Axiata, harus mengandalkan pasokan energi cadangan untuk kelangsungan operasional menara Base Transceiver Station (BTS). Pasalnya, terjadi pemadaman listrik di sejumlah wilayah di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek) yang terdampak banjir.

Di sektor sarana transportasi, seperti yang diberitakan oleh CNNIndonesia.com, hujan melumpuhkan lima koridor TransJakarta. Sebanyak dua di antaranya tergenang dan mengakibatkan banyak pengalihan rute.

(Baca: Miliaran Rupiah Hilang Karena Banjir Jakarta)

3. Kesehatan

Terakhir, banjir juga mendatangkan banyak potensi penyakit. Laman Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dari Kementerian Lingkungan Hidup memaparkan, banjir adalah momen dimana serangga penyebar penyakit marak bereproduksi.

Dengan kondisi seperti ini, kasus penyakit seperti malaria dan demam berdarah dengue akan sangat banyak, sampai pada titik endemik. “Sementara kondisi ekstrim lingkungan mempengaruhi daya tubuh manusia sehingga mudah sekali menjadi sakit,” tulis keterangan pada laman itu.

Dalam sejumlah kasus, warga yang sakit tidak mampu bertahan di tengah bencana banjir dan berujung pada timbulnya korban jiwa. Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), bencana banjir di awal tahun 2020 adalah banjir yang paling banyak menimbulkan korban jiwa.

Tercatat pada bulan Januari, terdapat sembilan korban meninggal yang terdiri atas tujuh orang dari Jakarta Timur, kemudian masing-masing satu orang di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Angka ini melebihi jumlah korban jiwa selama 2017 yang hanya enam orang.

(Baca: 502 BTS Mati Akibat Banjir, Telkomsel hingga Indosat Siapkan Genset)

Penulis: Nobertus Mario Baskoro (Magang)