Harga Minyak Naik 5% Pasca Penurunan Terbesar Sejak Perang Teluk 1991

Katadata
ilustrasi kilang minyak. Harga minyak dunia pada perdagangan Selasa (10/3) berangsur naik sekitar 5%.
Editor: Ekarina
10/3/2020, 09.16 WIB

Setelah turun drastis, Senin (9/3), harga minyak mentah dunia akhirnya berangsur membaik dengan kenaikan sekitar 5% pada perdagangan Selasa (10/3). Meski demikian, pasar masih meragukan kenaikan tersebut dan melihat sedikit potensi pemulihan harga di tengah ancaman pelemahan permintaan akibat wabah virus corona.

Mengutip laman Bloomberg, pada pukul 09.10WIB harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 naik 5,59% ke level US$ 36,28 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2020 naik 4,82% ke level US$ 32,63 per barel.

(Baca: Harga Minyak Anjlok Lebih dari 20%, Bursa Saham Asia Pagi Ini Rontok)

Sebelumnya, harga minyak sempat terjun bebas hingga lebih dari 20% dipicu perang harga Arab Saudi dengan Rusia. Keduanya bersikeras akan meningkatkan produksi pada akhir pekan, setelah perundingan kedua negara serta produsen minyak utama lainnya terkait kesepakatan pembatasan pasokan gagal tercapai.

Harga minyak terendah sebelumnya pernah terjadi pada Februari 2016. Sedangkan persentase penurunan harian kemarin merupakan yang terbesar sejak Januari 1991 ketika harga minyak melemah akibat perang Teluk AS.

Akibat anjloknya harga minya kemarin, saham energi juga ikut berguguran dan membuat para produsen mulai memangkas pengeluaran untuk mengantisipasi penurunan pendapatan.

Saham Exxon turun sebanyak 12%, yang mana ini merupakan persentase terbesar sejak 15 Oktober 2008 pada saat puncak krisis keuangan. Sedangkan, saham Chevron turun lebih dari 15%, kerugian terbesar sejak kejatuhan pasar "Black Monday" Oktober 1987.

(Baca: Manfaatkan Harga Anjlok, Pertamina Bakal Tambah Impor Minyak Mentah)

Berdasarkan sumber dari Reuters, Arab Saudi berencana untuk meningkatkan produksi minyak mentahnya di atas 10 juta barel per hari (bph) pada April mendatang. Pada akhir pekan, kerajaan juga memangkas harga ekspor untuk mendorong pabrik penyulingan menyerap minyak lebih banyak.

Rusia, Arab Saudi, dan Amerika Serikat menyatakan akan menggenjot produksi minyak dan optimis dapat mengatasi persoalan harga minyak yang rendah selama enam hingga 10 tahun terakhir.

Di sisi lain, International Energy Agency (IEA) mengatakan, permintaan minyak ditetapkan untuk kontrak pada 2020 dan pertama kalinya sejak 2009. Lembaga tersebut juga memangkas perkiraan tahunan dan mengatakan permintaan minyak berpeluang terkontraksi  90.000 barel per hari pada 2020 dibanding tahun lalu.

Reporter: Verda Nano Setiawan