Kementerian ESDM Masih Bahas Aturan Biaya Eksplorasi Panas Bumi

Pertamina
Ilustrasi, Wilayah Kerja (WK) panas bumi
17/3/2020, 17.34 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah mengkaji terkait aturan mengenai biaya eksplorasi panas bumi di Indonesia yang rencananya bakal ditanggung pemerintah.

Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari mengatakan, kebijakan mengenai biaya eksplorasi merupakan arahan langsung dari Menteri ESDM Arifin Tasrif. Melalui kebijakan ini, diharapkan harga jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) lebih kompetitif.

"Ini memang arahan Pak Menteri ESDM, salah satu upaya untuk menurunkan tarif listrik panas bumi adalah eksplorasi dilakukan oleh Pemerintah," kata Ida kepada Katadata.co.id, Selasa (17/3).

Perihal kajian, Ida menjelaskan saat ini aturan mengenai biaya eksplorasi masih dalam pembahasan bersama Badan Geologi ESDM. Kebijakan ini, nantinya akan tertuang dalam aturan khusus yang mengatur mengenai pengembangan sektor panas bumi di Indonesia.

Ida menambahkan, karena aturan mengenai pengembangan sektor panas bumi masih dalam pembahasan, maka lelang Wilayah Kerja (WK) panas bumi tahun ini juga menunggu regulasi baru tersebut.

(Baca: Cadangan Terbesar Dunia, Pertamina Genjot Pengembangan Panas Bumi)

Sebelumnya, GM Pertamina Geothermal Energy (PGE) Lahendong, Sulawesi Utara Salvius Patangke menyarankan agar biaya eksplorasi dalam pengembangan sektor panas bumi dapat ditanggung Pemerintah. Pasalnya, sektor panas bumi memiliki tingkat risiko tinggi dan biaya cukup besar dalam pengembangannya.

"Ke depan pemerintah bisa yang melakukan eksplorasi, setelah itu pengembangan bisa mudah lakukan penawaran (harga listrik). Saat ini dari pengembang harga tinggi, karena fase eksplorasi semuanya tergantung kepada pengembang," kata Salvius saat ditemui di Sulawesi akhir pekan lalu.

Selain persoalan biaya eksplorasi, Salvius juga menyorot perizinan penetapan lokasi pengembangan, yang juga terkadang sering menjadi hambatan. Apalagi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah yang terkadang mengalami tumpang tindih.

"Apakah kebijakan pusat sejalan dengan kebijakan daerah, ini juga jadi kendala. Contohnya yang di Lawu, ada tumpang tindih kebijakan ini menghambat perkembangan energi panas bumi," kata Salvius.

Menurutnya dalam pengembangan di sektor panas bumi, investor sering dihadapkan dengan perbandingan harga jual listrik dari sumber energi batubara yang lebih murah dibandingkan panas bumi.

Oleh karena itu, aturan mengenai biaya eksplorasi sangat dinanti oleh para pelaku usaha supaya harga jual listrik dari sektor panas bumi dapat bersaing dengan sumber energi lainnya.

"Kita bersaing dengan harga energi lain misalnya batu bara yang lebih murah. Ini yang kita merasa berat kembangkan panas bumi," ujarnya.

(Baca: PGE Lahendong Bakal Mengebor Satu Sumur Baru Kuartal II 2020)

Reporter: Verda Nano Setiawan