Pandemi corona bukan hanya berdampak terhadap kesehatan, tetapi juga perekonomian. Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantas mengkaji skenario ringan hingga buruk terkait dampak virus corona terhadap beberapa profesi di berbagai provinsi. Hasilnya, sopir angkutan kota (angkot) dan pengemudi ojek yang paling terdampak.
Hasil itu dengan perhitungan bahwa dampak pandemi corona terhadap perekonomian skalanya sedang. “Kami ingin (dampaknya seperti) skenario ringan. Kalau betul-betul sulit dibendung, paling tidak masuk skenario sedang, jangan yang paling buruk,” kata Jokowi dalam video conference tentang pengarahan presiden kepada para gubernur menghadapi Covid-19, Jakarta, Selasa (24/3).
Dengan perhitungan berdasarkan skenario sedang, sopir angkot dan pengemudi ojek di Sumatera Utara yang paling terdampak pandemi corona. “Penurunan pendapatan 44%," kata Jokowi.
Selain itu, pendapatan pedagang turun drastis akibat pandemi corona. Berdasarkan perhitungannya, penurunan terdalam akan dirasakan pedagang di Kalimantan Utara yakni 36%. Alhasil, mereka hanya mampu bertahan hingga Agustus atau Oktober.
(Baca: Pendapatan Anjlok 70%, Asosiasi Ojol Minta Kelonggaran Kredit Motor)
Pendapatan petani dan nelayan juga bakal menurun akibat pandemi corona. Berdasarkan perhitungan dampak covid-19 level sedang, pendapatan petani dan nelayan di Kalimantan Barat diprediksi anjlok 34%, sehingga hanya bisa bertahan hingga Oktober-November.
Kemudian, buruh di Nusa Tenggara Barat (NTB) diperkirakan pendapatannya turun paling dalam akibat virus corona dengan skenario sedang. Penurunannya sekitar 25%, dan hanya mampu bertahan hingga Juni-September.
Oleh karena itu, Jokowi meminta gubernur di berbagai wilayah memperhitungkan dampak penyebaran virus corona terhadap aspek sosial dan ekonomi. Dengan demikian, pemerintah daerah dapat mengalokasikan bantuan sosial secara tepat sasaran.
Hal itu juga perlu diikuti dengan refocusing dan relokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Seluruh pemerintah daerah diharapkan memangkas rencana belanja bukan prioritas, seperti perjalanan dinas, pertemuan, dan belanja lainnya.
(Baca: Sri Mulyani: Jika Lockdown & Corona Tak Cepat Beres, Ekonomi Tumbuh 0%)
Sebab, anggaran-anggaran itu tidak langsung berdampak terhadap masyarakat. "Karena keadaan fiskal kita bukan dalam kondisi yang enteng," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan gambaran terkait ekonomi Indonesia tahun ini yang tertekan hebat akibat pandemi corona. Jika pandemi tersebut tidak segera diatasi, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 2,5% atau bahkan 0% alias tidak tumbuh pada 2020.
Hal itu berdasarkan beberapa skenario yang dikaji Kementerian Keuangan. "Bisa mencapai 2,5% bahkan sampai ke 0%," kata Sri Mulyani di Jakarta, akhir pekan lalu (20/3).
Skenario perekonomian yang hanya tumbuh 0-2,5% itu bisa terjadi jika masalah virus corona ke depannya menjadi lebih berat. Dalam artian, Indonesia tidak mampu menangani pandemi lebih dari enam bulan dan terjadi karantina wilayah atau lockdown.
(Baca: Kendalikan Corona, Banggar Sarankan Defisit APBN Dinaikkan Jadi 5%)
Selain itu, ekonomi berpeluang tidak tumbuh jika perdagangan internasional hanya meningkat kurang dari 30%. Lalu, industri penerbangan mengalami shock, turun hingga 75%.
Skenario tersebut juga mempertimbangkan konsumsi rumah tangga, terutama bahan pokok dan kesehatan. "Juga kemungkinan terjadinya disrupsi tenaga kerja," kata Sri Mulyani.
Namun, Sri Mulyani menjelaskan bahwa jika penanganan virus bisa ditangani dengan cepat atau sekitar tiga hingga enam bulan, dia optimistis pertumbuhan ekonomi masih bisa di atas 4%. Skenario itu sudah memperhitungkan penurunan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) secara drastis dalam beberapa minggu terakhir.
Karena itu, Menkeu berharap vaksin antivirus corona bisa segera ditemukan. "Kalau bisa dilakukan cepat, tentu ini dampaknya akan pendek," ujarnya.
(Baca: Resesi Ekonomi yang Lazim Mengiringi Pandemi Besar di Dunia)