Klorokuin Disebut Bisa Obati Corona, Ini Penjelasannya

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.
Petugas menunjukkan obat Chloroquine yang akan diserahkan kepada RSPI Sulianti Saroso di Jakarta, Sabtu (21/3/2020). Kementerian BUMN menyerahkan sebanyak 1.000 butir Chloroquine kepada RSPI Sulianti Saroso sebagai simbol bahwa pemerintah bergerak untuk menangani penyebaran virus corona (COVID-19).
24/3/2020, 16.11 WIB

Jumlah kasus virus Corona di Indonesia per 23 Maret 2020 sebanyak 579 orang. Bertambah 65 orang dari 22 Maret. Kondisi ini memaksa pemerintah bergerak cepat untuk mengatasinya. Di antaranya dengan mengubah Wisma Atlet Kemayoran menjadi Rumah Sakit Darurat Corona dan menyediakan 3 juta unit obat bernama klorokuin yang diyakini mampu menyembuhkan virus bernama resmi Covid-19 ini.

“Di beberapa negara, klorokuin digunakan, banyak pasien Covid-19 sembuh dan membaik kondisinya,” kata Presiden Joko Widodo, di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3).

Sosok yang akrab dipanggil Jokowi itu menyebut obat klorokuin adalah produksi dalam negeri, yakni diproduksi PT Kimia Farma Tbk. Meskipun begitu Jokowi menyatakan masyarakat tak bisa membeli obat ini secara bebas, tapi harus melalui resep dokter. Jokowi menegaskan klorokuin bukan antivirus Corona, melainkan “lapisan kedua, karena obat Covid-19 belum ditemukan.”

Klorokuin sebelumnya menjadi kontroversi karena Kemenkominfo pada 15 Maret lalu memberikan label disinformasi atas informasi tentang penggunaan obat ini sebagai penyembuh Corona. Kemenkominfo melakukan pelabelan berdasarkan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Kepala Perawatan Klinis Program Emergensi WHO, Janet Diaz, bahwa klorokuin belum terbukti dapat menyembuhkan Corona.

Namun, Sabtu lalu (21/3) Kemenkominfo telah mencabut label disinformasi terkait fungsi klorokuin. Alasannya, Kemenkominfo menemukan sebuah riset terbaru obat tersebut terbukti bisa membantu penyembuhan Corona di Tiongkok.

Popularitas klorokuin sebagai obat Corona memang naik akhir-akhir ini. Selain Jokowi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri India Narendra Modi pun menyebut klorokuin sebagai obat yang mampu menyembuhkan Corona.

Trump, seperti dilansir BBC.com pada pekan lalu mengklaim Foods and Drugs Administration (FDA) Amerika telah menyetujui penggunaan klorokuin sebagai obat Corona. Sementara, seperti dilansir ThePrint.in, kemarin Modi menyatakan telah mengamankan stok klorokuin bagi penduduknya untuk mengobati Corona.

Masalahnya, selang beberapa hari setelah Trump mengumumkan klorokuin sebagai game changer dalam pandemi Corona, Forbes memberitakan seorang pria berusia 68 tahun di Arizona, Amerika meninggal setelah meminum obat ini sementara istrinya (61) yang turut minum mendapat perawatan intensif. Mereka berdua meminum klorokuin untuk mencegah tertular Corona setelah mendengar pernyataan Trump.

Tak hanya di Amerika, di Nigeria tiga orang harus mengalami perawatan serius setelah mengonsumsi klorokuin. Hal ini disampaikan Kementerian Kesehatan Nigeria pada 20 Maret seperti dilansir CNN.com.

Apa Sih Klorokuin?

Klorokuin adalah obat yang memiliki nama resmi klorokuin fosfat. Obat ini untuk mengobati malaria. Menurut Medicine for Malaria Venture, sebuah organisasi kesehatan resmi dari Swiss, klorokuin pertama kali dikembangkan seorang kimiawan Prancis pada 1820 untuk mengobati demam. Dikembangkan lagi oleh ilmuan Jerman pada 1934 menjadi tablet klorokuin seperti yang dikenal hari ini.

WHO menjadikan klorokuin obat utama untuk menyembuhkan malaria secara global, termasuk selama Perang Dunia II. Klorokuin berkembang dalam bentuk hydroxychloroquine  yang berfungsi mengobati lupus dan rheumatoid arthritis.

Nabil Seidah, ahli biologi molecular Montreal Clinical Research Institute, kepada The-Scientist.com menjelaskan cara kerja klorokuin dalam mengobati malaria. Menurutnya, klorokuin membuat hemoglobin yang menjadi sarang mikroparasit Plasmodium penyebab malaria beracun. Sehingga, mikroparasit tak menemukan inang untuk berkembang dan malaria sembuh.

Akan tetapi, kata Seidah, hal itu tak akan berlaku sama kepada Corona. Karena Corona disebabkan virus. Meskipun begitu, Seidah yang pernah tergabung dalam pengujian klorokuin sebagai obat SARS-Cov pada 2005 menyebut obat ini memang secara teori mampu melawan Corona. Klorokuin bisa meningkatkan PH dalam sel protein yang menjadi sasaran virus Covid-19 untuk berkembang biak. Dengan begitu, peluang penyebaran virus bisa terhambat karena tak banyak sel protein yang terikat dengannya.

Permasalahannya lagi, kata Seidah, virus Covid-19 sudah jauh berkembang dari SARS. Kemampuan virus Corona mengikat sel lebih cepat. Sehingga tak bisa disamakan efek penggunaan klorokuin yang berhasil mengobati SARS dengan Covid-19. Menurutnya klorokuin mustahil bekerja sendiri dalam mengobati Corona, tapi harus didampingi obat lain.

Klorokuin termasuk dalam obat generik yang murah dan mudah ditemui di pasaran. Tak heran jika Jokowi begitu optimis menyediakan stok klorokuin. Karena, Indonesia masih tergolong rendah dalam tingkat pengeluaran kesehatan per kapita. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia berada di urutan keenam, di bawah Thailand dengan pengeluaran kesehatan per kapita sebesar US$ 362,7/kapita. Sehingga tak berat jika benar klorokuin bisa mengobati Corona.

Data pengeluaran kesehatan per kapita negara di ASEAN selengkapnya bisa dilihat di Databoks di bawah ini:

 

Efek Samping Klorokuin

Meskipun berpeluang menyembuhkan Corona, tapi klorokuin memiliki efek samping tak main-main. Konsultan WHO, H Weniger dalam artikelnya berjudul Review of Side Effects and Toxicity of Chloroquine memaparkan efek samping klorokuin dari paling rendah sampai paling berat tergantung pada dosis pemakaiannya.

Dengan dosis yang direkomendasikan untuk malaria, kata Weniger, jarang terjadi efek samping pada pengguna klorokuin. Kalaupun ada menurutnya sangat ringan, seperti gangguan asam lambung yang menyebabkan mual, vomitus dan nyeri perut, lalu pusing dan kadang bruntusan. Yang terakhir disebut ditemukan pada penggunaan di Nigeria dengan dosis 400mg klorokuin dalam seminggu.

Efek samping yang akut ditemukan Weginer dalam penggunaan melebihi dosis. Ia menemukan kasus overdosis berakibat fatal pada anak berusia 18 bulan yang tanpa sengaja menelan 300mg klorokuin. Anak itu meninggal dalam waktu 30 menit sebelum sampai di rumah sakit.

Sementara pada orang dewasa, Weginer menyebut pada 1978 tercatat 335 kasus keracunan klorokuin. Dari jumlah itu, 135 meninggal dan 200 lainnya sembuh. Mereka rata-rata menenggak klorokuin dengan dosis 1 gram dan 1,5 gram.

Penelitian Weginer pada orang dewasa keracunan klorokuin menjelaskan kasus kematian pria Amerika dan akibat fatal pada istrinya beberapa waktu lalu, meskipun istrinya mengaku mengonsumsi dalam dosis kecil.

Selain itu, menurut Weginer, klorokuin bisa menimbulkan efek kronis untuk penggunaan jangka panjang, seperti oleh penderita autoimun dan penyakit kolagen. Khususnya pada jantung dan mata. Pengguna bisa mengalami retinopathy sampai gagal jantung.

Jangan Tergesa Membeli Klolorokuin

Melihat efek sampingnya yang mematikan dan cara kerjanya dalam tubuh, WHO masih dalam tahap pengujian klorokuin untuk Corona seperti dilansir Statnews.com pada 18 Maret lalu. WHO melakukan uji coba bernama SOLIDARITY yang melibatkan beberapa negara, seperti Argentia, Bahrain, Kanada, Perancis, Iran, Norwegia, dan Afrika Selatan. Tak cuma klorokuin, WHO juga akan mencoba beberapa jenis obat lain, salah satunya obat HIV.

Komisioner FDA Amerika, Dr. Stephen M. Hahn pada pekan lalu membantah pihaknya telah memberi izin penggunaan klorokuin secara bebas untuk pengobatan Corona, seperti dilansir The New York Times. Karena keberhasilan klorokuin masih sebatas di laboraturium, belum uji klinis. Pihaknya pun masih melakukan penelitian kemungkinan klorokuin sebagai obat Corona.

Kesimpulannya, penggunaan klorokuin harus sesuai anjuran dokter dan dosis yang telah ditentukan. Jadi masyarakat tak perlu terburu-buru memborong obat ini meskipun mudah ditemukan di pasaran.