Kisah Miris Para Tenaga Medis Lombok Menangani Covid-19

ANTARA FOTO/REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana/wsj/cf
Ilustrasi. Seorang perawat memakai pakaian pelindung untuk mencegah penyebaran penyakit virus korona (Covid-19), menggendong bayi baru lahir di ruang persalinan di Depok, dekat Jakarta, Indonesia, Senin (13/4/2020).
Penulis: Muchamad Nafi
14/4/2020, 06.35 WIB

Bukan hanya di Jakarta yang menjadi episentrum virus corona, kasus positif Covid-19 di Nusa Tenggara Barat juga semakin meningkat setiap hari. Pasien yang berdatangan ke puskesmas hingga rumah sakit terus bertambah.

Atas lonjakan pasien positif itu, pemerintah di sana menetapkan empat rumah sakit sebagai rujukan penanganan Covid-19. Keempatnya yakni RSUD Kota Mataram, RSUD Provinsi NTB, RSUD dr Raden Soedjono Selong Lombok Timur, dan RSUD NTB Manambai Abdul Kadir di Kabupaten Sumbawa.

Hanya saja, alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis di puskesmas dan rumah sakit tidak seimbang dengan jumlah pasien yang terus berdatangan. Padahal, keselamatan tenaga medis kerap kali terancam di tengah merebaknya virus corona. Akibatnya, mereka menggunakan perlengkapan seadanya. Sejumlah petugas akhirnya membeli APD sendiri dengan harga yang selangit.

Salah satu dokter piket di Puskesmas Sigerongan, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Gusti Ayu Kartika, mengatakan kerap khawatir setiap kali menerima pasien yang diduga terjangkit pandemi corona global itu. Ia tak dibekali APD yang lengkap.

(Baca: Bantu Penanganan Covid-19, Cosplayer Produksi APD Pelindung Wajah)

Gusti menyadari memiliki risiko tinggi jika pasien yang ditanganinya itu positif COVID-19. Ia mencoba menepis rasa khawatirnya dan menganggapnya sebagai risiko tenaga medis yang melayani pasien hingga sembuh. “Pasti takut. Tapi kita berserah pada Tuhan saja. Ini bagian dari tugas profesi yang aku pilih,” katanya.

Untuk menangani pasien terduga Covid-19, Gusti hanya dibekali pakaian operasi yang sebenarnya tidak sesuai dengan standar operasional. Setiap hari, ia melayani enam hingga tujuh pasien terduga Covid-19, tanpa mengetahui apakah nantinya status terduga itu akan naik jadi positif atau tidak.

Di wilayahnya, pasien dalam pengawasan (PDP) yang ditangani kebanyakan merupakan kluster asal Gowa, Sulawesi Selatan. Bulan lalu, mereka itu yang mengikuti pertemuan dunia Jemaah Tabligh di sana. “Aku cuma pakai baju gaun yang dipakai buat operasi, bukan baju astronot yang sesuai standar,” ujarnya.

Untuk Pelindung wajah, ia dibekali masker N-95 yang digunakannya selama seminggu merawat pasien terduga Covid-19. “Terkadang terpikir lebih memilih menerima pasien serangan jantung ketimbang pasien terduga Covid-19,” kata Gusti Ayu sambil membopong seorang perawat yang baru selesai menangani pasien perempuan dan anaknya yang berstatus PDP asal Desa Duman, Kecamatan Lingsar.

Kondisi mengenaskan juga dialami Susila D. Perawat di Puskesmas Narmada itu memang memiliki baju hazmat, tapi dibeli dari kantong pribadinya. Menurut dia, hampir seluruh tenaga medis di semua puskesmas di Kabupaten Lombok Barat tidak dibekali APD yang lengkap oleh pemerintah daerah setempat.

Beruntungnya, ada kepedulian dari Manageman Pojok NTB yang tergabung dalam relawan Peduli Covid-19 di NTB. Mereka menyerahkan bantuan alat pelindung diri dan masker untuk petugas medis di sejumlah puskemas di Pulau Lombok. Bantuan ini begitu bermanfaat. Apalagi ketika pakaian dinas yang mereka miliki sedang dicuci.

“Petugas laborotorium kami yang hanya satu orang bisa turun dengan nyaman untuk melakukan contact tracing. Ada satu lagi pasien positif dari kluster Gowa yang terindikasi dari rapid test terindikasi positif di Desa Badrain,” ujarnya.

(Baca: 44 Dokter dan Perawat RI Meninggal Dunia Akibat Virus Corona)

Sama halnya dengan Gusti dan Susila, perawat di Puskesmas Gunungsari, Lombok Barat Rochama punya rcerita yang sama. Tenaga medis di sana terpaksa menggunakan pakaian operasi lantaran tidak ada stok baju hazmat, pakaian khusus untuk menangani pasien Covid-19.

Meski sama-sama steril, menurut dia, tidak seharusnya pakaian itu digunakan menangani pasien Covid-19. Bahkan untuk masker, puskesmas di tempat Rochama bekerja mulai habis. Sehingga terkadang masker itu ia lapisi dengan tisu agar tidak mudah kotor.

Tak jarang pula ia membeli masker menggunakan uang pribadi untuk dipakai selama bertugas. “Berusaha sehemat mungkin, lebih menjaga supaya tidak cepat kotor jadi bisa dipakai lebih lama. Saya juga letakkan kain di dalam masker supaya bisa dipakai seharian,” ucap dia.

Kalau stok masker menipis, para perawat berinisiatif membeli masker yang harganya sudah menjulang. Dengan kondisi demikian, mereka berusaha untuk tetap fit dan menjaga kesehatan di tengah lelahnya merawat pasien. Para petugas itu juga  memastikan selalu rutin cuci tangan, menjaga APD-nya sebaik mungkin, hingga menjaga pola makan yang teratur.

Rochma berharap pemda setempat mengambil langkah cepat mengatasi penyebaran Covid-19, khususnya Kabupaten Lombok Barat. Ia meminta pemerintah memperhatikan kelengkapan APD di tiap puskesmas. “Pemenuhan APD sangatlah penting sebagai salah satu antisipasi penularan. Apalagi, di puskesmas kami sudah ada balita yang positif Covid-19. Kerja kami harus ekstra,” ujarya.

(Baca: Bayi Berusia Enam Bulan di Papua Terinfeksi Virus Corona)

Namun selalu ada yang menguatkan hati di tengah situasi miris ini. Badi Halqi menyatakan kendati ketersediaan APD sangat minim, ia menganggap pekerjaannya sebagai suatu ibadah. Sehingga ia bisa mengurus dan melayani pasien dengan senang hati, meski terbersit rasa khawatir.

“Sudah tugasnya sebagai perawat kami harus terus berjuang sampai pasien ini satu per satu dinyatakan sembuh. Tetap dibawa bahagia saja,” kata tenaga medis di Puskesmas Kediri itu.

Hingga Ahad lalu, jumlah pasien positif Covid-19 di NTB sebanyak 37 orang. Dari jumlah itu,  empat orang sudah sembuh dan dua meninggal. Sementara 31 orang positif masih dirawat dan dalam keadaan baik.

(Baca: Status Bencana Nasional Corona, BNPB Pegang Kendali Penuh Penanganan)

Kemudian jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) ada 141 orang. Rincian 65 PDP masih dalam pengawasan, sementara 76 PDP selesai pengawasan atau sembuh, dan 11 orang PDP meninggal. Selanjutnya, untuk orang dalam pemantauan (ODP) jumlahnya 3.783 orang, terdiri dari 1.437 orang dalam pemantauan dan 2.346 orang selesai pemantauan.

Adapun jumlah orang tanpa gejala (OTG), yaitu orang yang kontak dengan pasien positif Covid-19 namun tanpa gejala, totalnya 7.357 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 4.826 orang masih dalam pemantauan dan 2.531 orang selesai pemantauan.

Klaim Kesungguhan Pemerintah Melindungi Tenaga Medis

Pemerintah menyatakan akan melindungi tenaga medis yang merawat pasien Covid-19. Salah satunya melalui pengadaan lebih dari 800 ribu alat pelindung diri. Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan ribuan APD tadi berstandar medical grade dengan kualitas yang terbaik.

Pengadaan tersebut sebagai bukti kesungguhan pemerintah melindungi para tenaga medis agar mereka bekerja dengan profesional dan lebih tenang. Menurut dia, terdapat lebih dari 20 ribu relawan yang telah bergabung melalui tim gugus tugas di tingkat nasional maupun daerah.

Yuri juga menyinggung mengenai pemeriksaan melalui metode tes polymerase chain reaction (PCR) real-time. Saat ini sudah lebih dari 27 ribu penduduk Indonesia menjalani tes PCR real-time. Tes tersebut diadakan di 186 kabupaten dan kota yang terindikasi ditemukan penyebaran Covid-19.

Selain itu, 70 laboratorium telah diaktifkan guna mempercepat tes dan cek spesimen yang telah diambil. “Artinya, akses untuk layanan pemeriksaan PCR real-time sudah lebih merata di seluruh wilayah Tanah Air,” kata dia.

Reporter: Antara