Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Inpex Corporation kini masih membahas mengenai proposal pengembangan (Plan of Development/PoD) Blok Masela. Namun, hingga kini kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan mengenai keekonomian proyek tersebut.  

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan saat ini pihaknya masih mengevaluasi dokumen PoD yang diajukan Inpex ke SKK Migas. Salah satu yang dibahas adalah tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR).

Inpex, kata Dwi, menginginkan IRR Proyek Masela sebesar 15%. Namun, Dwi belum bisa berkomentar apakah keinginan tersebut disetujui atau tidak. Yang jelas, pemerintah akan menjaga keekonomian proyek.

Di sisi lain, Pemerintah tetap memperhatikan penerimaan negara sebelum memutuskan itu. “Kami masih ingin me-review lagi karena ini menyangkut masalah split dan sebagainya, ujar Dwi di Jakarta, Senin (10/12).

Dwi pun berupaya agar proyek anyar itu investasinya bisa di bawah US$ 20 miliar. Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan memperkirakan investasi proyek itu bisa mencapai US$ 20 miliar.

Menurut Dwi, proyek Masela juga tidak perlu insentif. Alasannya, hasil pra-desain konstruksi atau Pre-Front End Engineering Design (FEED) menyatakan bahwa proyek tersebut ekonomis untuk dikembangkan. "Saya rasa Proyek Masela tak perlu insentif," kata dia.

Wakil Kepala SKK Migas Sukandar mengatakan pemberian insentif itu memang belum ada keputusan. “Lagi berunding,” ujar dia.

Sukandar menargetkan PoD Blok Masela bisa disetujui pada awal tahun depan. Ini dengan catatan evaluasi di SKK Migas selesai bulan ini.  

Sukandar yakin target tersebut bisa tercapai dengan pola kerja Dwi Soetjitpto. "Harapannya pekan kedua bulan ini keluar dari Kepala SKK Migas. Nanti, SKK Migas merekomendasi ke Menteri. Mungkin, Januari selesai. Harus bisa, Bapak Dwi kan biasa kerja cepat," kata dia.

Berdasarkan infomasi yang diperoleh Katadata.co.id, Inpex justru belum memasukkan resmi dokumen PoD ke SKK Migas. Alasannya, perusahaan asal Jepang itu membutuhkan kepastian perbaikan fiskal yang dijanjikan pemerintah dengan mengubah proyek tersebut dari semula berkonsep laut ke darat.

Menurut sumber tersebut, akibat belum ada kepastian fiskal untuk memperoleh IRR 15%, Inpex belum mau mengajukan dokumen PoD-nya. "Menurut Inpex, untuk apa masukkan PoD kalau tidak investable," kata dia.

Adapun mengacu kajian pre-FEED, Inpex menghitung IRR proyek Masela dengan konsep darat di bawah 8%. Untuk itu tidak ekonomis. Menurut sumber tersebut, kemungkinan pemerintah sulit memberi insentif fiskal lantaran pendapatan pemerintah akan berkurang.

Sementara itu, manajemen Inpex belum berkomentar mengenai hal itu. Sr. Specialist Media Relations Inpex Moch N.Kurniawan belum membalas pesan yang disampaikan melalui aplikasi Whatsapp, Senin (10/12).

Sekadar informasi, PoD Blok Masela sebenarnya telah disetujui pemerintah pada Desember 2010, yaitu 12 tahun setelah kontrak pengelolaan blok tersebut diperoleh Inpex Masela tahun 1998. Dalam PoD itu, Blok Masela dijadwalkan mulai berproduksi (on stream) tahun 2018 dengan volume produksi 355 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) dan produksi kondensat sebanyak 8.400 barel per hari (bph).

Belakangan, Inpex berencana meningkatkan kapasitas kilang FLNG sehingga perlu mengubah PoD.  Dengan konsep laut, dan jika semua prosesnya berjalan lancar, Blok Masela paling lambat baru bisa berproduksi tahun 2023.

Namun belakangan proyek Masela diubah menjadi skema darat setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan konsep proyek anyar itu pada Maret 2016. Keputusan ini berbeda dengan usulan Inpex yang menginginkan skema pengolahan di laut (FLNG). Alhasil, Inpex mengubah lagi skema proyek tersebut.

(Baca: Inpex Pilih Chiyoda dan Synergy Buat Pipa Bawah Laut Blok Masela)

Dengan skema darat, pemerintah menaksir proyek Masela baru bisa beroperasi 2027. Namun belakangan Dwi Soetjipto usai dilantik menjadi Kepala SKK Migas beberapa waktu lalu menargetkan proyek ini bisa beroperasi lebih cepat yakni 2025.

Reporter: Anggita Rezki Amelia