Cadangan minyak bumi Indonesia terus mengalami penurunan sejak tahun 2010. Bahkan, tahun lalu, cadangan minyak menyentuh level terendah.

Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan minyak tersisa 3,15 miliar barel. Ini turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 3,17 miliar barel.

Sedangkan, dari laporan tahunan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), cadangan minyak tahun 2010 bisa mencapai 4,23 miliar barel. Lalu, turun pada 2011 menjadi 4,04 miliar barel. Tahun berikutnya juga tidak mampu meningkat dan hanya mencapai 3,74 miliar barel. Tahun 2013 sebesar 3,69 miliar barel, tahun 2014 mencapai 3,62 miliar barel. Setahun berikutnya turun menjadi 3,4 miliar barel, dan tahun  2016 sebesar 3,31 miliar barel.

Sementara itu cadangan gas Indonesia mengalami fluktuasi. Tahun 2010 cadangan gas 108,40 tscf.  Lalu pada 2011 cadangan gas sebesar 104,71 tscf. Begitu juga pada 2012 yang hanya sebesar 103,35 tscf. Tahun 2013 menjadi 101,54 tscf. Tahun 2014 sebesar 100,26 tscf. Tahun 2015 menjadi 33,03 tscf. Namun, pada 2016 cadangan gas meningkat menjadi 55,22 tscf. Akan tetapi, setahun berikutnya turun menjadi 54,36 tscf dan tahun 2018 naik 99,06 tscf.

Jika ditarik ke belakang,  cadangan migas terbesar yang ditemukan dalam 17 tahun terakhir adalah blok Cepu di Jawa Timur. Blok ini ditemukan tahun 2001 oleh ExxonMobil dengan cadangan di atas 2.000 MMBOE.

Kondisi cadangan minyak terbukti saat ini pun sempat menjadi sorotan pasangan calon presiden dan wakilnya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Dalam seminar publik pada Selasa (15/1), Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Dirgo D Purbo mengatakan cadangan minyak Indonesai kini sudah masuk tahap kritis.

Kondisi kritis itu karena dengan cadangan sebesar itu, produksi hariannnya 775 ribu barel per hari. "Posisi Indonesia dalam hal pasokan minyak sudah berada di ICU Room," kata dia beberapa waktu lalu.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan dampak dari kondisi cadangan yang terus menurun itu telah dirasakan saat ini, yakni terjadi defisit neraca pembayaran migas yang semakin meningkat. "Bagi kondisi perekonomian, kondisi yang ada juga berpotensi semakin menjadi disinsentif bagi pertumbuhan ekonomi nasional," kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (16/1).

Kondisi cadangan yang terus turun juga tidak dibantah oleh Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.Menurut dia hal itu terjadi karena tidak ada penemuan cadangan migas baru. Untuk itu perlu peningkatan kegiatan eksplorasi. Salah satu upayanya yakni membuat investor tertarik untuk melakukan kegiatan eksplorasi di Indonesia melalui kegiatan studi bersama. "Mudah-mudahan temuan baru akan lebih banyak lagi, karena kita sih percaya ada daerah-daerah yang belum tereksplorasi, masih cukup banyak," kata dia di Jakarta, Rabu (17/1).

(Baca: Demi Dongkrak Cadangan, SKK Migas Targetkan Pengembangan 45 Lapangan)

Meski cadangan kian menipis, pemerintah masih optimis untuk bisa meningkatkannya kembali. Deputi Perencanaan SKK Migas Jaffee Arizon Suardin mengatakan pihaknya akan menggalakkan kegiatan eksplorasi setidaknya di 20 area untuk menemukan cadangan migas besar. Area tersebut akan ditawarkan kepada investor untuk dilakukan kegiatan studi bersama. "Nanti di situ mereka menemukan wilayah kerja baru," kata dia.

Tahun ini SKK Migas berencana menyetujui 45 proposal pengembangan (Plan of Development/PoD). Targetnya bisa menambah cadangan migas sebesar 2,8 miliar Barel Setara Minyak (BOE).

Reporter: Anggita Rezki Amelia