SKK Migas: Butuh Minimal 7 Tahun Sebelum Sumur Migas Bisa Berproduksi

Arief Kamaludin | Katadata
SKK Migas
28/2/2019, 20.35 WIB

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan proses pencarian cadangan minyak dan gas bumi (migas) membutuhkan waktu yang lama. Untuk eksplorasi saja perlu waktu minimal tujuh tahun. Waktu ini mengurangi masa kontrak kerja sama kontraktor migas dalam menjalankan bisnisnya.

Hal ini diungkapkan Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher saat acara “Ngobrol Bareng: Peluang Generasi Muda Pada Industri Hulu Migas” di Jakarta, Kamis (28/2). Dia menyampaikan proses kerja pada industri hulu migas, mulai dari masa eksplorasi hingga eksploitasi, serta penjelasan mengenai regulasi dan kebijakan pemerintah yang terkait pada industri migas.

“Kalau berbicara hulu migas, harus dipahami sebelum kita menemukan minyak dan gas, kita bicara eksplorasi,” ujarnya dalam diskusi tersebut. (Baca: 14 Wilayah Berpotensi Hasilkan Cadangan Migas Baru)

Kegiatan utama yang dilakukan dalam eksplorasi yaitu survei seismik, pemboran, dan study. Menurutnya, waktu untuk melakukan ragkaian kegiatan ini sekitar enam tahun. Setelah itu baru dilakukan appraisal, untuk melihat apakah sumur migas tersebut ekonomis atau tidak. 

Wisnu mengatakan butuh waktu minimal tujuh tahun mulai dari eksplorasi hingga sumur migas siap produksi. “Kami mengupayakan lebih cepat, contohnya penemuan di sumatera selatan dari 2015, dalam pengembangannya sampai dengan 5 tahun,” ujarnya.

(Baca: Blok Sakakemang,Temuan Gas Terbesar Keempat di Dunia 2018-2019)

Mempercepat proses eksplorasi hingga produksi merupakan hal yang penting dalam bisnis migas, mengingat umur kontrak dibatasi 25-30 tahun. Artinya, kontraktor migas hanya punya waktu paling lama 18-23tahun untuk berproduksi. Setelah kontrak selesai, sisanya akan dikembalikan lagi kepada pemerintah.

Dia juga menjelaskan saat ini ada empat proyek migas strategis yang diprioritaskan pembangunannya oleh pemerintah, yakni proyek migas laut dalam (IDD), Tangguh, Jambaran Tiung Biru, dan Lapangan Abadi Blok Masela. Menurutnya, keempat proyek ini diupayakan terealisasi secepatnya. “Masih ada prospek dari industri migas,” kata Wisnu.

Industri migas memiliki efek berganda (multiplier effect) yang cukup besar bagi industri-industri lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan studi yang dilakukan SKK Migas dan Universitas Indonesia pada 2015, diketahui bahwa setiap investasi sebesar Rp 1 Miliar pada sektor hulu migas akan berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja sebanyak 100 orang dan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 700 juta.

(Baca: Defisit Produksi Migas Diprediksi Akan Membesar di 2025-2050)