Shell Proyeksi Permintaan LNG Naik Hingga 700 Juta Ton pada 2040

Katadata
Ilustrasi, maket floating LNG milik Shell. Shell merilis data proyeksi pertumbuhan permintaan LNG. Perusahaan asal Belanda itu memproyeksi permintaan LNG bakal terus naik hingga 700 juta ton pada 2040.
20/2/2020, 18.42 WIB

Shell LNG Outlook 2020 menyatakan permintaan gas alam cair atau LNG secara global akan terus meningkat hingga mencapai 700 juta ton pada 2040. Hal itu lantaran gas menjadi salah satu energi rendah karbon.

Kawasan Asia menjadi wilayah dominan dalam beberapa dekade mendatang. Terutama permintaan dari Asia Selatan dan Asia Tenggara yang terus meningkat.

Shell juga menyatakan permintaan LNG global pada tahun lalu tumbuh 12,5% menjadi 359 juta ton. “Pasar LNG global terus berkembang pada 2019, dengan meningkatnya permintaan untuk LNG dan gas alam di sektor listrik dan non-listrik,” ujar Integrated Gas and New Energies Director at Shell Maarten Wetselaar dalam keterangan tertulis, Kamis (20/2).

Adapun kawasan Eropa menyerap sebagian besar pertumbuhan pasokan LNG di tahun lalu lantaran harga yang kompetitif karena pengalihan batu bara menjadi gas di sektor listrik dan pengganti produksi gas domestik yang menurun serta impor gas pipa.

(Baca: Kejar Produksi 2026, Pembangunan Blok Masela Dipercepat Tahun Depan)

Selain itu, impor LNG meningkat 14% di Tiongkok pada 2019 karena upaya untuk terus meningkatkan kualitas udara perkotaan. Di sisi lain, pertumbuhan permintaan LNG juga terjadi di kawasan Asia Selatan. Secara total, Bangladesh, India, dan Pakistan mengimpor 36 juta ton, meningkat 19% dari tahun sebelumnya.

Maarten menyebut kondisi pasar LNG saat ini melemah. Hal itu dipengaruhi dua hal, yakni musim dingin dan virus corona di Tiongkok.

Meskipun begitu, Shell memproyeksikan bakal ada keseimbangan dalam waktu dekat lewat sejumlah faktor pendorong, seperti pertumbuhan permintaan dan berkurangnya pasokan baru hingga berproduksinya sejumlah proyek hingga pertengahan 2020 mendatang.

LNG juga dinilai semakin menjadi komoditas yang fleksibel karena mekanisme perdagangan baru di pasar spot dan beragamnya indeks yang digunakan untuk kontrak jangka panjang. Selain itu, menurut dia, terjadi peningkatan impor ke Asia pada 2091 dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Hal itu dipengaruhi faktor cuaca dan meningkatnya pembangkit listrik dari tenaga nuklir di Jepang dan Korea Selatan, dua dari tiga importir global terbesar.

(Baca: Perluas Bisnis LNG di China, PGN Gandeng WnD (Liaoning) Heavy Industry)

Reporter: Verda Nano Setiawan