Khawatir Rokok Ilegal Meluas, Kemenperin Tolak Penerapan Kemasan Polos

ANTARA FOTO/AJI STYAWAN
Ilustrasi industri rokok. Kementerian Perindustrian menilai penerapan kemasan polos (plain packaging) dan pembatasan merek (brand restriction) pada sejumlah produk belum tepat dilakukan saat ini lantaran berpotensi merugikan beberapa sektor seperti rokok.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ameidyo Daud
9/10/2019, 19.11 WIB

Kementerian Perindustrian menilai penerapan kemasan polos (plain packaging) dan pembatasan merek (brand restriction) pada sejumlah produk belum tepat dilakukan saat ini. Ini lantaran kebijakan ini berpotensi merugikan beberapa sektor seperti rokok.

Kepala Sub Direktorat Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Industri Agro, Kementerian Perindustrian Mogadishu Djati Ertanto meramal rokok ilegal merajalela jika kemasan polos rokok berlaku.

Apalagi produsen rokok ilegal tidak perlu meniru desain bungkus merek tertentu. “Mereka akan semakin mudah bergerak,” kata Djati di Jakarta, Rabu (9/10).

(Baca: Pengusaha Khawatir Pembatasan Merek Akan Merusak Persaingan)

Sebelumnya, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengatakan pemerintah telah mewajibkan produsen mencantumkan peringatan bergambar seram sebanyak 40% dari total tampilan kemasan. Ia berharap kewajiban pencantuman gambar seram tidak semakin diperbesar. 

Djati juga menjelaskan, industri rokok akan terbebani kenaikan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 23% dan kenaikan harga jual eceran rata-rata sebesar 35% pada tahun depan. Dampak tak langsungnya, petani dan industri tembakau nasional juga diperkirakan terpukul.

"Jadi kami harus cukup hati-hati. Apalagi tahun ini," ujar dia.

(Baca: Kenaikan Cukai Rokok, Menaker Minta Tak Ada PHK)

Selain itu, kebijakan tersebut bisa berdampak pada sektor industri makanan dan minuman hingga manufaktur lain. Padahal ,sepanjang tahun 2018, industri makanan dan minuman mampu tumbuh sebesar 7,91 persen atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,17 persen.

Berdasarkan catatan Asian-Pacific Chief Representative International Trademark Association, tren pembatasan merek ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun di Australia, Ekuador, Chili, hingga Thailand. Alasan dari kebijakan ini terkait isu kesehatan akibat produk tembakau hingga alkohol.