Produsen rokok PT H.M. Sampoerna Tbk meminta agar aturan pengendalian rokok dapat diterapkan dengan tegas daripada harus merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Menurut kami sebagai pelaku usaha melihat PP Nomor 109 Tahun 2012 masih sangat relevan dengan kebutuhan di Indonesia karena dalam peraturan itu mengatur sangat ketat terhadap pembatasan rokok," ujar Director of External Affairs Sampoerna, Elvira Lianita saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (18/11).
Menurut dia, beleid tersebut sudah mengatur pembatasan rokok mulai dari penjualan rokok, promosi dan kegiatan-kegiatan sponsorship. Seharusnya pemerintah lebih memperketat penerapan aturan tersebut bukan merevisinya. "Kalau hanya berbentuk peraturan dan tidak dijalankan maka tidak akan berbuah apapun," kata dia.
Untuk menerapkan aturan itu, kata Elvira, perusahaannya melakukan inisiatif edukasi terhadap toko retail yang tergabung dalam Sampoerna Retail Comunity (SRC) dengan melarang pedagang rokok menjual kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun dengan alasan apapun. Edukasi itu dilakukan melalui pemasangan stiker dan video di setiap toko.
(Baca: Cegah Perokok Muda, Sampoerna Tak Jual Rokok ke Anak di Bawah 18 Tahun)
"Jadi intinya jika ada aturan bagaimana impelementasinya di masyarakat ketimbang buru-buru merevisi aturan tapi tidak dilakukan implementasi yang tepat," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan memberikan usulan terkait rancangan revisi PP Nomor 109 Tahun 2012 diantaranya memperluas ukuran gambar peringatan dari 40% menjadi 90%. Pelarangan bahan tambahan dan melarang total promosi dan iklan di berbagai media dengan dalih adanya prevalensi perokok anak.
Hal itu sontak menimbulkan polemik. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menilai usulan memperbesar peringatan bahaya merokok belum tentu menyebabkan jumlah perokok menurun. Malah, justru akan meningkatkan produksi rokok ilegal.
"Jangan sampai diperluas menjadi 90%, bahkan merencanakan kemasan polos," ujar Henry di Jakarta awal Oktober 2019.
(Baca: Pengusaha Anggap Aturan Kemasan Polos Berpotensi Langgar UU Konsumen)