Para direksi dari 293 perusahaan tambang mineral dan batu bara (minerba) mendatangi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) malam ini, Selasa (19/3). Kedatangan mereka untuk membahas reklamasi pasca tambang dengan Komisi Energi, Riset dan Teknologi, serta Lingkungan Hidup.
Namun, jumlah yang banyak itu membuat kapasitas kursi di dalam ruang rapat Komisi VII tak mencukupi. Akibatnya, beberapa petinggi perusahaan terpaksa menunggu di luar ruangan.
Perusahaan yang datang merupakan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), maupun Perjanjian Kary Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
(Baca: Pelaku Industri Tambang Dorong Peningkatan Eksplorasi dan Hilirisasi)
Tak hanya dari pelaku usaha, pembahasan ini turut mengundang Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), asosiasi tambang, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim), Jaksa Agung Mida Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Namun, hingga rapat dimulai Kabareskrim dan Jampidsus tak terlihat berada di ruangan.
Rapat Panitia Kerja (Panja) ini merupakan lanjutan rapat pada minggu lalu yang sempat tertunda karena banyak direktur utama perusahaaan tambang yang tak hadir.
Malam ini suasananya berbeda. Jumlah petinggi perusahaan yang datang melebihi kapasitas ruang rapat yang disediakan, sehingga kericuhan pun tak terhindarkan. Presiden Direktur PT Ena Sarana Energi Naldy Harien adalah salah satu orang yang protes dengan kondisi tersebut.
"Kami menghormati undangan anggota dewan terhormat tapi setelah di sini kondisinya seperti ini," kata Naldy, Selasa (19/3).
Pemimpin rapat, Wakil Ketua Komisi VII Muhammad Nasir, tetap berkukuh para petinggi perusahaan yang tidak mendapatkan kursi segera meninggalkan ruangan. Alhasil, ia pun membagi rapat menjadi dua sesi. "Kami bagi dua sesi mineral dan batu bara dipisah saja," kata dia.