Demi Transisi Energi, PLN Bangun Green Super Grid Sepanjang 47.758 KMS


PT PLN (Persero) menyampaikan kesiapannya membangun jaringan transmisi hijau skala luas atau Green Super Grid demi mempercepat transisi energi, Pembangunan infrastruktur strategis tersebut sesuai dengan arahan pemerintah dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
Green Super Grid dirancang sebagai infrastruktur yang dapat menyalurkan listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dari wilayah terpencil ke daerah pusat kebutuhan listrik, seperti kawasan industri, kota besar, dan wilayah padat penduduk.
Pada praktiknya, jaringan transmisi hijau ini akan menghubungkan pembangkit EBT ke gardu induk PLN, sebelum akhirnya menyalurkan daya ke jaringan distribusi sampai ke pelanggan,
Rencananya, PLN akan membangun jaringan transmisi hijau di berbagai wilayah Indonesia sepanjang 47.758 kilometer sirkuit (kms) dalam 10 tahun ke depan.
Secara terperinci, infrastruktur tersebut akan tersebar di Jawa dengan panjang sekitar 13,9 ribu kms, Sumatera 11,2 ribu kms, Kalimantan 9,8 ribu kms, Sulawesi 9 ribu kms, dan Indonesia Timur meliputi Maluku, Papua, Nusa Tenggara 3,9 ribu kms.
Di samping itu, PLN membangun pula empat transmisi interkoneksi antarpulau, yakni Interkoneksi Jawa-Bali, Interkoneksi Sumatra-Batam-Bintan, Interkoneksi Sumatra-Jawa, dan Interkoneksi Kalimantan-Tarakan.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyatakan Green Super Grid menjadikan sistem kelistrikan antarpulau di Indonesia yang sebelumnya terfragmentasi menjadi terhubung satu sama lain.
“Tidak ada transisi energi tanpa transmisi. Green Super Grid tidak hanya mampu menghadirkan energi hijau yang ramah lingkungan, tapi juga mampu mewujudkan swasembada energi yang berbasis kekuatan lokal,” kata Darmawan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (4/6).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadialia, menyatakan Indonesia memiliki potensi EBT yang besar. Namun, wilayah yang menjadi sumber energi hijau ini lokasinya berada jauh dari pusat kebutuhan listrik.
“Sehingga, kita perlu membangun jaringan transmisi dan gardu induk agar bisa memaksimalkan potensi EBT untuk pembangkit listrik," kata Bahlil.
Sebagai tambahan, PLN akan membangun pula gardu induk dengan kapasitas total mencapai 107.950 megavolt ampere (MVA).
Selain itu, PLN juga telah merancang Smart Grid untuk mengatasi intermitensi dari variable renewable energy (VRE) akibat cuaca, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB),
Informasi saja, Smart Grid merujuk kepada sistem kelistrikan modern yang memanfaatkan komunikasi dan informasi dua arah, sehingga menjadikannya lebih fleksibel, responsif, dan dapat memanfaatkan energi secara lebih optimal.
Pun begitu, dalam membangun sistem interkoneksi antar pulau yang andal, Indonesia membutuhkan digitalisasi jaringan listrik dan pembangunan Smart Grid yang terintegrasi dengan PLTB, PLTS, Battery Energy Storage System (BESS), pumped storage serta sistem High Voltage Direct Current (HVDC) skala besar.
Penggunaan Smart Grid tersebut dapat memberikan efisiensi, kestabilan, dan keandalan suplai listrik dari pembangkit VRE yang akan dibangun secara masif dalam 10 tahun ke depan.
Menurut Bahlil, Green Super Grid tidak hanya penting bagi keberhasilan transisi energi, tetapi juga membuka peluang investasi. Berdasarkan kalkulasinya, total kebutuhan investasi dalam satu dekade ke depan untuk gardu induk dan transmisi mencapai Rp565,3 triliun.
Secara terperinci, investasi tersebut dapat membiayai penambahan jaringan transmisi 500 kV, transmisi 275 kV, transmisi 150 kV, transmisi 75 kV, dan transmisi 500 kV direct current (DC).