Pemberdayaan Anak Yatim di Tengah Realitas Kemiskinan Indonesia

Eka Sukmana
Oleh Eka Sukmana
18 Juli 2025, 06:05
Eka Sukmana
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Anak yatim terlantar di Indonesia menghadirkan permasalahan sosial yang kompleks dan mendesak untuk segera ditangani secara sistemik dan berkelanjutan. Kehilangan figur orang tua bukan hanya menyebabkan luka batin, tapi juga berpotensi menjerumuskan anak-anak ini ke dalam kemiskinan yang lebih dalam dan keterbatasan akses terhadap hak-hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan. 

Di tengah laju pertumbuhan ekonomi yang cukup positif, ironisnya kemiskinan ekstrem dan ketimpangan sosial tetap menjadi momok yang menghantui anak-anak yatim yang tersebar di seluruh penjuru negeri.

Potret Kemiskinan dan Anak Yatim di Indonesia

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2024, tingkat kemiskinan nasional berada di angka 8,85%, menurun dari 9,36% pada tahun sebelumnya. Namun, angka ini masih setara dengan sekitar 24 juta jiwa yang hidup di bawah garis kemiskinan. Data ini menunjukkan bahwa meski ada penurunan, kemiskinan masih menjadi persoalan serius, terutama bagi kelompok rentan seperti anak yatim.

Kementerian Sosial RI memperkirakan jumlah anak terlantar yang perlu mendapatkan pendampingan mencapai 5,4 juta jiwa, dengan sekitar 232 ribu anak hidup sepenuhnya di jalanan. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sekitar 4,2 juta anak yatim dan hampir satu juta anak yatim piatu yang membutuhkan perhatian khusus. Data Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial (SIKS-NG) mencatat lebih dari 110.000 anak tinggal di panti asuhan yang tersebar di Indonesia.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2024 menunjukkan sekitar 4,16 juta anak usia 7–18 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah atau telah putus sekolah. Rinciannya, sebanyak 366.935 anak belum pernah bersekolah, sementara 3.793.494 anak lainnya telah putus sekolah. Hal ini berdampak langsung pada pembangunan sumber daya manusia dan membuka risiko putus asa yang lebih besar.

Peran Pemerintah dan Masyarakat Sipil

Pada 2024, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penanganan Anak Terlantar dan Anak Yatim, yang menegaskan perlunya pendampingan terpadu antara pemerintah, lembaga sosial, dan komunitas. Permensos ini menekankan pentingnya peningkatan kualitas tenaga pendamping sosial dan pemberdayaan ekonomi keluarga asuh agar anak yatim mendapat lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang.

Pemerintah secara nyata meluncurkan program perlindungan sosial seperti PKH, KIP, dan BPNT yang menjadi fondasi penting dalam menanggulangi kemiskinan anak yatim dan keluarga miskin. Selain itu, program bantuan lainnya seperti Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) untuk anak yatim, yang mencakup pemenuhan kebutuhan dasar, bantuan pendidikan, serta dukungan psikososial. 

Namun, cakupan program ini masih terbatas, baik dari sisi jumlah penerima manfaat maupun distribusinya yang belum merata ke seluruh daerah. Anggaran yang tersedia belum sebanding dengan jumlah anak yatim yang membutuhkan bantuan, sementara sistem pendataan dan pengawasan belum optimal. 

Dalam celah inilah, peran masyarakat sipil dan lembaga non-pemerintah menjadi penting untuk melengkapi upaya negara. Ketika negara belum sepenuhnya mampu hadir secara merata, peran masyarakat dan lembaga non-pemerintah menjadi pilar penting dalam menopang ketimpangan ini. 

Salah satu kontribusi konsisten dilakukan Yayasan Desa Inklusi yang secara aktif memberdayakan anak-anak yatim di wilayah Jabodetabek. Kontribusi ini dilakukan melalui program-program terstruktur seperti bantuan biaya pendidikan, beasiswa prestasi dan kebutuhan khusus, penyediaan perlengkapan sekolah, serta monitoring dan evaluasi berkala. Hal ini untuk memastikan pertumbuhan anak tidak hanya dari sisi akademik, tetapi juga sosial dan emosional. 

Kesadaran lembaga non-pemerintah untuk berkolaborasi memberdayakan anak yatim menjadi model sinergi yang dapat diperluas. Tujuannya agar setiap anak yatim, di mana pun berada, memiliki akses yang setara terhadap masa depan yang lebih baik.

Anak Yatim sebagai Investasi Bangsa 

Anak yatim terlantar merupakan kelompok rentan yang membutuhkan perhatian dan perlindungan lebih dari sekadar bantuan materi. Data dan kajian nasional menunjukkan bahwa kemiskinan masih menjadi akar permasalahan utama yang menjebak golongan kurang mampu dalam lingkaran ketertinggalan.  

Kondisi ini tak hanya berdampak pada individu yang bersangkutan, tetapi juga mempengaruhi wajah sosial Indonesia jangka panjang sehingga intervensi pemerintah harus terus ditingkatkan baik dari sisi kualitas maupun pemerataan. 

Lebih dari itu dibutuhkan sinergi antara pemerintah, lembaga masyarakat, dan sektor swasta dalam memperkuat pemberdayaan anak yatim. Peningkatan kapasitas tenaga sosial, perbaikan sistem monitoring, dan penguatan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan spesifik anak adalah kunci sukses jangka panjang. 

Investasi dalam pemberdayaan anak yatim bukan sekadar upaya kemanusiaan, tapi juga investasi strategis untuk membangun masa depan bangsa yang lebih inklusif dan berkeadilan sosial.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Eka Sukmana
Eka Sukmana
Pendiri Yayasan Desa Inklusi Sosial

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...