Ketika Transisi Energi Sumsel Melaju Lebih Cepat


Sumatera Selatan mencatat pencapaian penting dalam perjalanan energi bersih nasional. Provinsi ini berhasil mencapai target nasional penggunaan energi terbarukan, dengan persentase 23,85%. Melewati ambang batas 23% yang ditetapkan untuk seluruh provinsi.
Angka ini bukan sekedar pencapaian teknokratis, melainkan cermin dari arah baru kebijakan energi di Bumi Sriwijaya. Di tengah dominasi batubara yang selama ini menjadi andalan ekonomi, Sumatera Selatan menunjukkan bahwa transformasi energi tidak hanya mungkin, tapi sudah mulai.
Langkah ini tampak nyata di sejumlah titik. Di Semendo, Muara Enim misalnya, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai 1 milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk menghasilkan 55 megawatt (MW) listrik. Tak jauh dari situ, PLTP Rantau Dedap yang dikelola PT Supreme Energy menyumbang 91,2 MW energi bersih sejak 2021.
Pemerintah daerah juga mendorong diversifikasi energi. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dibangun di kawasan Jakabaring, Palembang. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) direncanakan akan dibangun untuk mengelolah 1.000 ton sampah harian menjadi 17,7 MW listrik. Di Pagar Alam, penggunaan mikrohidro menjadi contoh sukses energi terbarukan skala kecil yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakat.
Namun, capaian ini bukan berarti pekerjaan selesai. Menurut data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Selatan, potensi energi terbarukan di provinsi ini mencapai lebih dari 21.000 MW, namun yang kapasitas pembangkit listrik terbarukan hanya 989,12 MW. Artinya, pemanfaatan baru menyentuh sekitar 4,7% dari total potensi yang ada.
Kesenjangan itu menunjukkan masih banyak ruang untuk bergerak. Regulasi berpihak, insentif yang mewadahi, dan tata kelola yang transparan menjadi kunci mempercepat pemanfaatan energi ramah lingkungan. Pemerintah tak bisa jalan sendiri, diperlukan kolaborasi dengan sektor swasta dan masyarakat sipil untuk membangun sistem energi yang adil dan berkelanjutan.
Elektrifikasi desa juga menjadi isu mendesak. Meski rasio elektrifikasi di Sumatera Selatan sudah mencapai 99,99%, masih ada 22 desa yang belum teraliri listrik. Sebagian besar terhambat karena berada di kawasan hutan lindung atau sulit dijangkau. Potensi energi surya atau mikrohidro semestinya bisa dimanfaatkan untuk menutup celah ini.
Pencapaian 23,85% itu semoga tidak menjadi akhir, melainkan awal dari babak baru. Sumatera Selatan telah menunjukkan bahwa transisi energi bisa dilakukan, bahkan di wilayah identik dengan batubara.
Transisi energi bukan hanya soal mengganti sumber daya, tapi juga tentang menciptakan sistem yang lebih adil, inklusif, dan tahan terhadap krisis. Sumatera Selatan sudah memulai. Tugas berikutnya adalah menjaga konsistensi dan memperluas dampaknya bagi seluruh masyarakat.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.