Ekonomi Digital Asia Tenggara: Tantangan Tren Pekerjaan Masa Depan

Irene Kusuma Palmarani
Oleh Irene Kusuma Palmarani
8 Maret 2025, 07:05
Irene Kusuma Palmarani
Katadata/ Bintan Insani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Transformasi digital mempercepat pertumbuhan ekonomi digital, ditandai dengan munculnya platform digital seperti: e-commerce, fintech, dan ekonomi gig. Tidak hanya menjadi pilar pertumbuhan yang paling cepat, namun ekonomi digital ini juga menjadi sektor penting yang dapat meningkatkan daya saing suatu negara di pasar global. 

Menurut laporan e-Conomy SEA 2022 yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, ekonomi digital di Asia Tenggara diproyeksikan mencapai Gross Merchandise Value (GMV) sebesar US$330 miliar pada 2025. Proyeksi ini didasarkan pada pertumbuhan yang pesat di sektor digital seperti e-commerce, layanan keuangan digital, transportasi online, media online, dan pariwisata digital. 

Pertumbuhan ini menunjukkan peningkatan seiring dengan adopsi teknologi yang mempercepat profitabilitas, layanan keuangan digital terus menanjak, serta GMV dan pendapatan terus tumbuh di tengah inflasi dan persaingan. 

Namun, terdapat tantangan yang masih perlu dihadapi terkait dengan regulasi global yang semakin kompleks dan kurang mengakomodasi kepentingan negara-negara berkembang. Selain itu, terdapat ketimpangan kesiapan tenaga kerja ekonomi digital karena adanya otomatisasi dan kecerdasan buatan berbasis platform. 

Dengan kondisi saat ini, bagaimana negara-negara di Asia Tenggara dapat memanfaatkan peluang menumbuhkan ekonomi digital sambil menavigasi regulasi global dan memastikan kesiapan tenaga kerja mereka?

Pertumbuhan Ekonomi Digital di Asia Tenggara

Melalui tulisannya yang berjudul “The Digital Economy in Southeast Asia: Emerging Policy Priorities and Opportunities for Regional Collaboration,” Natasha Beschorner (2021) memberikan gambaran komprehensif mengenai pesatnya pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara. Populasi penduduk di Asia Tenggara yang padat, dengan tingginya pemanfaatan internet dan teknologi digital, menjadi pasar yang menarik bagi kemunculan-kemunculan perusahaan teknologi besar (unicorn), e-commerce, dan platform berbasis digital. 

Selain itu, perkembangan koneksi internet dan didukung pula dengan peningkatan infrastruktur digital yang memadai, memungkinkan pasar Asia Tenggara menjadi konsumen yang menjanjikan untuk keterlibatan bisnis ekonomi digital. Hal ini didukung oleh data-data dengan sumber terpercaya seperti Bank Dunia dan OECD. 

Meskipun demikian, terdapat hambatan dan tantangan untuk dapat memaksimalkan potensi ekonomi digital di Asia Tenggara. Terdapat tiga hal, yaitu Policy, Platform, dan sedikit tentang People. Disebutkan beberapa hal seperti: konektivitas, sistem pembayaran digital, keterampilan digital, logistik, dan kebijakan digital menjadi poin yang masih menjadi hambatan untuk dapat memaksimalkan potensi daya saing ekonomi digital di Asia Tenggara. 

Natasha Beschorner menitikberatkan pada kolaborasi regulasi regional dalam memperkuat ekosistem digital kawasan. Regulasi perlu diselaraskan dan kerjasama antarnegara perlu ditingkatkan untuk memberikan keamanan siber, data, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif. 

Regulasi Global dan Dampaknya terhadap Asia Tenggara

Pembahasan regulasi mengenai ekonomi digital tidak lagi menjadi tantangan domestik saja, seperti yang disampaikan di atas, namun juga menjadi isu global. Larionova & Shelepov (2021) dalam “Emerging Regulation for Digital Economy: Challenges and Opportunities for Multilateral Global Governance” menggambarkan bagaimana regulasi digital sedang berkembang dalam skala global. Lalu bagaimana peran negara-negara berkembang dalam proses ini, termasuk negara-negara Asia Tenggara. 

Fokus utama saat ini adalah dominasi negara-negara maju dalam memberikan regulasi ekonomi digital global, melalui WTO, OECD, G20, Uni Eropa, dan juga BRICS. Mereka cenderung memanfaatkan regulasi ini untuk memperkuat posisi masing-masing dalam ekonomi digital dan menimbulkan ketimpangan global dengan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi anggota-anggota organisasi tersebut. 

Di satu sisi, Asia Tenggara sebagai kawasan negara-negara berkembang, akan merasakan ketimpangan tersebut. Mereka, misalnya, hanya akan menjadi konsumen teknologi tanpa memiliki kontrol atas regulasi yang mengatur industri digital. 

Namun di sisi lain, negara-negara Asia Tenggara juga memiliki kesempatan untuk memperjuangkan regulasi digital yang lebih adil karena regulasi digital secara global masih dalam proses pembentukan. Caranya, dengan lebih aktif dalam forum-forum internasional untuk dapat menyuarakan kepentingannya dan turut memastikan bahwa regulasi digital global tersebut tidak hanya menguntungkan negara maju saja. 

Transformasi Pasar Kerja di Era Ekonomi Digital

Pada Januari 2025 lalu, World Economic Forum meluncurkan Future of Jobs Report 2025 yang sekaligus dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang masa depan ekonomi digital di Asia Tenggara. Laporan ini memberikan gambaran transformasi pasar kerja baik dari sisi tenaga kerja maupun industri yang menerapkan teknologi digital dalam proses bisnisnya. 

Proyeksi pada 2030, akan ada penambahan 170 juta pekerjaan baru secara global, sementara 92 juta pekerjaan akan tergantikan oleh otomatisasi. Pertumbuhan ini didorong oleh sektor teknologi, energi hijau, dan lain-lain. 

Selanjutnya, laporan tersebut juga mendorong tenaga kerja dan industri untuk berinvestasi pada pengembangan keterampilan kerja baik reskilling maupun upskilling untuk dapat beradaptasi dengan perubahan teknologi. Proyeksi sebesar 44% tenaga kerja global memerlukan keterampilan yang perlu dikembangkan secara spesifik berkaitan dengan teknologi digital. Semua sektor akan terdampak, tidak terkecuali sektor ekonomi digital yang memang telah memanfaatkan teknologi dalam proses pengembangan dan prakteknya. 

Berbicara mengenai ekonomi digital, akan banyak berbicara tentang regulasi dan platform. Sementara, sektor people masih sering kurang mendapat perhatian lebih. Untuk negara-negara Asia Tenggara, transformasi pasar kerja ini akan menawarkan peluang besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi digital, namun perlu pengembangan keterampilan digital dan infrastruktur teknologi untuk dapat memenuhi permintaan pasar kerja yang terus berkembang. 

Asia Tenggara Menuju Pusat Ekonomi Digital

Melalui gambaran kondisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Asia Tenggara telah mengalami pertumbuhan ekonomi digital yang pesat. Bahkan, memiliki potensi yang besar untuk menjadi pusat ekonomi digital yang inovatif dan inklusif. Tidak hanya memperkuat regulasi kawasan, namun negara-negara Asia Tenggara juga perlu berperan aktif dalam pembentukan regulasi digital global melalui organisasi-organisasi internasional. 

Di sisi lain, negara-negara Asia Tenggara juga perlu lebih serius dalam menangani aspek sumber daya manusianya, tidak hanya terkait dengan regulasi dan platform saja. Selain mendorong inovasi, juga memastikan bahwa tenaga kerja mereka memiliki keterampilan yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasar kerja digital terkini. 

Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan negara-negara Asia Tenggara dapat memanfaatkan peluang yang ada. Kemudian mengatasi hambatan yang muncul untuk dapat mengembangkan ekonomi digital yang berkelanjutan dan kompetitif dengan regulasi yang tepat dan adil. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Irene Kusuma Palmarani
Irene Kusuma Palmarani
Mahasiswa Master of Arts in Digital Transformation and Competitiveness di Universitas Gadjah Mada

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...