PPATK Ungkap 10 Juta Rekening Bansos Mengendap 3 Tahun, Nilainya Rp 2,1 Triliun


Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan mengejutkan terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) pemerintah. Lebih dari 10 juta rekening penerima bansos tercatat dalam kondisi tidak aktif (dormant) selama lebih dari tiga tahun, namun masih menerima aliran dana.
“PPATK menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak pernah dipakai selama lebih dari tiga tahun,” ujar Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah, dalam keterangan tertulis, Selasa (29/7).
Akibatnya, dana bansos senilai Rp 2,1 triliun hanya mengendap di rekening-rekening tersebut tanpa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. “Dari sini terlihat ada indikasi bahwa penyaluran belum tepat sasaran,” ujar Natsir.
Rekening Dormant Diblokir Sementara
Sebagai langkah preventif, PPATK menghentikan sementara transaksi pada rekening-rekening dormant. Kebijakan ini dilakukan pada 15 Mei 2025 untuk mencegah potensi penyalahgunaan dana.
“Pemblokiran dilakukan karena rekening-rekening tersebut tidak menunjukkan aktivitas transaksi dalam jangka waktu lama, sesuai kebijakan masing-masing bank,” kata Natsir.
Ia memastikan dana nasabah tetap aman dan tidak akan hilang. Langkah ini justru bertujuan melindungi nasabah dan sistem keuangan nasional dari potensi kejahatan.
“Tujuan utamanya adalah mendorong bank dan pemilik rekening untuk melakukan verifikasi ulang dan memastikan rekening serta hak atau kepentingan nasabah terlindungi,” katanya.
Perbankan Diminta Lakukan Verifikasi dan Pengkinian Data
PPATK juga meminta seluruh perbankan segera melakukan verifikasi data dan mengaktifkan kembali rekening dormant, jika keberadaan dan kepemilikan nasabah masih valid.
“Pengkinian data nasabah perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak merugikan nasabah sah serta menjaga perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia,” kata Natsir.
PPATK mencatat, terdapat lebih dari 140 ribu rekening dormant yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dengan nilai total dana mencapai Rp 428,61 miliar. Rekening-rekening ini belum mengalami pembaruan data nasabah, sehingga rentan disalahgunakan.
“Ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya yang akan merugikan kepentingan masyarakat atau bahkan perekonomian Indonesia secara umum,” ujar Natsir.