Rupiah Kembali Tertekan, Pasar Nantikan Sinyal Penurunan Suku Bunga The Fed


Nilai tukar rupiah masih berada dalam tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepekan terakhir. Penguatan dolar didorong oleh data inflasi AS yang naik ke level tertinggi dalam lima bulan, serta respons pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI).
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan penguatan dolar AS menekan rupiah selama beberapa hari terakhir. Namun, peluang penguatan rupiah terbuka hari ini menyusul komentar dovish dari pejabat Federal Reserve.
"Rupiah berpotensi menguat terhadap dolar AS yang melemah setelah pidato Gubernur The Fed Christopher Waller yang cenderung mendukung pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat," ujar Lukman, Kamis (18/7). Ia memperkirakan kisaran perdagangan rupiah hari ini berada di level Rp16.250–Rp16.400 per dolar AS.
Meski begitu, tren pelemahan masih berlanjut. Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (17/7), nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.340 per dolar AS. Posisi ini melemah 53,5 poin atau 0,33% dibandingkan hari sebelumnya.
Ekonom KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana menilai tekanan terhadap rupiah belum sepenuhnya mereda. Ia memproyeksikan rupiah hari ini bergerak di kisaran Rp16.300–Rp16.420 per dolar AS.
"Selisih suku bunga antara BI Rate dan Fed Rate yang terus mengecil masih menjadi perhatian utama pelaku pasar," kata Fikri.
Ia menambahkan, rilis data penjualan ritel AS yang lebih baik dari ekspektasi serta klaim pengangguran mingguan yang lebih rendah turut memperkuat dolar AS.
Namun, komentar dovish dari Christopher Waller membuka peluang penurunan suku bunga pada akhir Juli. Hal ini memberikan sedikit ruang bagi rupiah untuk menahan tekanan lebih lanjut.