Hadapi Tarif Trump, Ekonom Sarankan Cina Tambah Stimulus Rp 3.400 Triliun

Ferrika Lukmana Sari
11 Juli 2025, 14:37
Tarif
Budastock/123rf
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Para ekonom terkemuka Cina menyarankan pemerintah menambah stimulus fiskal hingga 1,5 triliun yuan atau sekitar Rp 3.400 triliun guna mendorong konsumsi domestik dan menjaga stabilitas nilai tukar yuan. Langkah ini dinilai penting untuk meredam dampak negatif dari lonjakan tarif Amerika Serikat terhadap ekspor China.

Dalam laporan yang dirilis Jumat (11/7), anggota komite kebijakan moneter Bank Sentral China (PBOC) Huang Yiping menyebut bahwa perekonomian Cina menghadapi gangguan baru sejak April 2025, menyusul kebijakan tarif baru dari AS serta tekanan deflasi yang terus berlanjut.

“Untuk menghadapi tantangan ini, Cina perlu mengambil pendekatan penyeimbang siklus ekonomi yang lebih kuat guna menjaga pertumbuhan tetap stabil, sembari mempercepat reformasi struktural,” tulis Huang dalam laporan yang dikutip Bloomberg, Jumat (11/7).

Laporan tersebut turut ditulis bersama Guo Kai, mantan pejabat Bank Sentral China (PBOC), dan Alfred Schipke, Direktur East Asian Institute di National University of Singapore.

Mereka menyarankan stimulus tambahan senilai 1 hingga 1,5 triliun yuan dalam 12 bulan ke depan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga, mengingat tarif AS yang saat ini mencapai 20%–30% berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi.

Angka itu jauh lebih besar dibandingkan paket 300 miliar yuan yang sedang disiapkan pemerintah lewat penerbitan obligasi khusus ultra-jangka panjang tahun ini, yang salah satunya ditujukan untuk subsidi pembelian barang konsumen.

Di tengah risiko ekspor yang melemah akibat tarif AS dan pengawasan ketat terhadap pengalihan rute ekspor, banyak ekonom memperkirakan Beijing akan melonggarkan kebijakan dalam beberapa bulan ke depan.

Tekanan juga datang dari dalam negeri, dengan pasar properti yang masih lesu serta deflasi yang mendorong perusahaan menurunkan harga demi mempertahankan konsumen.

Ruang Untuk Pangkas Suku Bunga

Laporan itu juga menyebutkan bahwa Bank Sentral Cina masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga kebijakan dan mendorong bank-bank untuk menurunkan Loan Prime Rate (LPR). Hal ini demi memperkuat ekspektasi pertumbuhan nominal yang lebih tinggi yang merupakan faktor penting bagi keuntungan perusahaan.

“Bank sentral harus menjaga fleksibilitas nilai tukar yuan agar dapat menyerap guncangan eksternal di masa depan,” tulis para penulis.

Untuk jangka panjang, mereka merekomendasikan perluasan basis pajak penghasilan pribadi dan penyederhanaan struktur pajak pertambahan nilai (PPN), sebagai bagian dari reformasi fiskal agar tetap berkelanjutan.

Mereka juga menyoroti risiko dari pinjaman kepada usaha kecil dan menengah (UMKM). Setelah bertahun-tahun didorong oleh kebijakan pelonggaran kredit dan perpanjangan jatuh tempo, total pinjaman kepada sektor UMKM kini telah melebihi 60% dari PDB Cina naik dari 37% pada 2019 dan melampaui eksposur terhadap kendaraan pembiayaan pemerintah daerah (LGFV).

“Risiko kredit UMKM harus dikelola dengan hati-hati agar kapasitas perbankan tetap bisa mendukung sektor-sektor produktif,” tutup laporan tersebut.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...