Rupiah Terjepit Antara Tarif Trump dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga AS


Amerika Serikat (AS) terus mengeluarkan peringatan soal kenaikan tarif dagang terhadap negara-negara mitranya. Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai langkah ini mencerminkan keseriusan AS dalam mengurangi defisit perdagangan mereka.
Menurut Ariston, kebijakan kenaikan tarif ini akan berdampak langsung pada industri Indonesia yang mengekspor barang ke AS. “Butuh waktu untuk mencari pasar baru. Ini akan berdampak negatif ke ekonomi Indonesia,” kata Ariston kepada Katadata.co.id, Kamis (10/7).
Sementara itu, risalah rapat Bank Sentral AS atau The Fed yang dirilis dini hari tadi menunjukkan adanya peluang penurunan suku bunga acuan tahun ini. Ariston menyebut hal ini bisa melemahkan dolar AS, walaupun belum cukup kuat untuk mengangkat nilai tukar rupiah secara signifikan.
Dengan situasi ekonomi global yang dipengaruhi oleh kebijakan tarif Trump serta prospek pelonggaran kebijakan moneter oleh The Fed, Ariston memprediksi nilai tukar rupiah hari ini masih akan bergerak dalam kisaran terbatas atau konsolidasi. Ia memperkirakan rupiah akan berada di kisaran Rp 16.200 per dolar AS hingga Rp 16.300 per dolar AS.
“Rupiah agak sulit menguat karena tarif, tapi di sisi lain pelemahan rupiah juga bisa tertahan karena The Fed,” ujar Ariston.
Berdasarkan data Bloomberg pagi ini, rupiah dibuka menguat pada level Rp 16.213 per dolar AS. Level ini menguat 44 poin atau 0,27% dari penutupan sebelumnya.
Ada Peluang Penguatan Rupiah?
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan rupiah masih berpeluang menguat terhadap dolar AS. Hal ini didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap kemungkinan Presiden Trump menyalahgunakan kebijakan tarif untuk kepentingan politik.
“Rupiah punya potensi menguat karena dolar AS cenderung melemah akibat sentimen negatif terhadap Trump, terutama setelah ia mengenakan tarif 50% kepada Brasil dengan alasan politik,” ujar Lukman.
Ia juga memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.200 per dolar AS hingga Rp 16.300 per dolar AS.
Senada, Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana juga melihat potensi penguatan rupiah. Menurutnya, rupiah bisa bergerak ke kisaran Rp 16.180 hingga Rp 16.280 per dolar AS, didorong oleh sikap dovish The Fed sejak rilis risalah Federal Open Market Committee atau FOMC pada Juni lalu.