Kemenkeu Tegaskan Pungutan PPh 22 di E-Commerce Bukan Pajak Baru


Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan rencana penerapan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi pedagang di platform niaga elektronik (e-commerce) bukanlah kebijakan baru.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa pungutan semacam ini sudah diterapkan di berbagai platform digital internasional seperti Google dan Netflix.
“Jadi ini bukan pajak baru, ini adalah pajak yang apa adanya,” ujar Febrio di Jakarta, Jumat (28/6).
Febrio menekankan, pungutan ini hanya berlaku untuk pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun. Pedagang kecil atau UMKM dengan penghasilan di bawah batas tersebut tidak akan dikenakan PPh 22.
Menurutnya, langkah ini adalah bagian dari reformasi administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan, sekaligus memperluas kerja sama pemerintah dengan e-commerce sebagai mitra pemungut pajak.
“Reformasi ini tentunya menjadi bagian dari upaya kami mencapai target penerimaan pajak setiap tahunnya,” katanya.
Marketplace Ditunjuk Sebagai Pemungut Pajak
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu juga telah memberikan penjelasan terkait mekanisme pungutan ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan, rencana penunjukan marketplace atau lokapasar sebagai pemungut PPh 22 tidak mengubah prinsip dasar perpajakan.
Kebijakan ini hanya mengatur pergeseran atau shifting, dari yang sebelumnya pedagang membayar pajak secara mandiri, menjadi sistem pemungutan otomatis oleh platform tempat mereka berjualan.
“Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar pajak penghasilan, namun memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayarannya melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform," katanya pada pada Kamis (26/6).