Sri Mulyani Ungkap Biang Kerok Penerimaan Pajak Anjlok, Soroti Harga Komoditas


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penyebab turunnya penerimaan pajak yang terjadi sejak awal 2025. Seperti diketahui, penerimaan pajak hingga Februari 2025 turun 30,19% dibandingkan periode sama tahun lalu. Tren ini berlanjut hingga Mei 2025, dengan penurunan 10,13% secara tahunan.
Dia menjelaskan penurunan penerimaan pajak disebabkan oleh koreksi harga komoditas global yang signifikan. Pada 2022 dan 2023, harga komoditas melonjak tajam sehingga banyak perusahaan membayar pajak lebih besar berdasarkan harga tinggi saat itu. Namun, pembayaran pajak 2025 harus menyesuaikan kondisi harga komoditas yang sudah turun.
“Kami menghadapi harga komoditas yang sangat tinggi pada 2022 dan 2023," ujar Sri Mulyani dalam wawancara bersama Bloomberg Television, dikutip Kamis (26/6).
Dia mengungkapkan bahwa banyak perusahaan overpaying ketika itu. Namun, mereka harus membayar pajak pada 2024 dan 2025 saat harga komoditasnya sudah turun.
Ia mencontohkan harga batubara yang sempat mencapai US$240 per ton, kini hanya sekitar US$140 per ton. “Jadi, kita harus membayarnya kembali karena harga tidak setinggi sebelumnya, selisihnya sekitar US$100,” katanya.
Strategi Perbaikan Penerimaan Negara
Untuk memperbaiki penerimaan negara, pemerintah mengandalkan sejumlah strategi, di antaranya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Meski demikian, kebijakan ini batal diterapkan secara menyeluruh untuk semua barang dan jasa yang dikenakan PPN.
Selain itu, pemerintah membentuk Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang akan mengelola dividen dari badan usaha milik negara (BUMN). Dengan demikian, mekanisme pencatatan dividen yang sebelumnya masuk langsung ke kas negara akan dihitung ulang dan disesuaikan.
Pemerintah juga terus memperbaiki sistem perpajakan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak, termasuk optimalisasi pajak digital. “Termasuk menguatkan pajak digital menggunakan platform dan sebagainya,” ujarnya.
Realisasi Penerimaan Pajak Masih Positif
Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak bruto hingga Mei 2025 mencapai Rp 895,77 triliun. Sementara realisasi penerimaan pajak neto sebesar Rp 683,26 triliun atau setara 31,2% dari target tahun ini.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan, penerimaan pajak bruto dan neto menunjukkan kondisi yang berbeda.
“Netto bruto itu menggambarkan kondisi perekonomian. Kemudian netto adalah bruto dikurangi restitusi yang merupakan kewajiban saat jatuh tempo. Jadi, netto memang tidak bisa dijadikan pedoman mengenai kondisi ekonomi saat ini,” ujar Anggito dalam Konferensi Pers APBN KiTA, Selasa (17/6).
Meski secara tahunan terjadi perlambatan, realisasi penerimaan pajak bruto Mei 2025 masih lebih tinggi dibandingkan Mei 2024. Tahun ini, penerimaan pajak bruto pada Mei tercatat Rp 162,5 triliun, sedikit meningkat dari Rp 162,2 triliun pada Mei 2024.
“Sehingga penerimaan pajak bruto masih mencatatkan pertumbuhan positif secara tahunan,” kata Anggito.