Bukan Pajak Baru, Ini Penjelasan Kemenkeu Soal PPh 22 Bagi Pelapak di E-commerce

Rahayu Subekti
26 Juni 2025, 14:01
Pajak
Instagram/Anggito Abimanyu
Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah memfinalisasi aturan yang mewajibkan marketplace seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, dan platform sejenis menjadi pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi para pedagang yang berjualan di platform tersebut.

Meski begitu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa ketentuan ini bukan merupakan pajak baru, melainkan perubahan mekanisme pembayaran pajak yang selama ini sudah berlaku.

“Ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran atau shifting,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Rosmauli Simbolon, dalam keterangan tertulis, Kamis (26/6).

Bukan Pajak Baru, Hanya Ubah Mekanisme

Menurut Rosmauli, selama ini pedagang online wajib membayar PPh secara mandiri. Dengan adanya aturan baru, kewajiban itu dialihkan ke marketplace yang ditunjuk sebagai pihak pemungut.

“Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya, pajak penghasilan dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa aturan ini tidak mengubah prinsip dasar perpajakan, namun justru memberikan kemudahan administrasi bagi pelaku usaha digital.

“Proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan,” kata Rosmauli.

Perkuat Pengawasan dan Tutup Celah Shadow Economy

Pemerintah juga menyebut aturan ini sebagai bagian dari upaya memperkuat pengawasan aktivitas ekonomi digital, sekaligus menutup celah shadow economy atau ekonomi tersembunyi yang belum tercatat dalam sistem perpajakan nasional.

“Ketentuan ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan,” kata Rosmauli.

Shadow economy merupakan aktivitas ekonomi yang berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), namun belum tercatat secara resmi oleh otoritas terkait.

Pemerintah juga ingin menekan jumlah pedagang online yang sengaja menghindari kewajiban pajak dengan dalih minimnya pemahaman atau rumitnya proses administrasi.

“Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata,” katanya.

Hanya untuk Pedagang Beromzet di Atas Rp 500 Juta

Rosmauli memastikan bahwa kebijakan ini hanya berlaku untuk pedagang di marketplace dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun. Sementara pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pribadi dengan omzet di bawah batas tersebut tetap bebas dari pungutan pajak dalam skema ini.

“Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp 500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Rosmauli.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...