Kebijakan Tarif Trump Ancam Ekspor RI di Sektor Sawit hingga Tekstil

Ferrika Lukmana Sari
7 April 2025, 13:27
Trump
Instagram/@realdonaldtrump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mengenakan tarif impor terhadap produk-produk dari Indonesia dengan besaran mencapai 32% dan mulai berlaku pada 9 April 2025.

Berdasakan laporan UOB, kebijakan tersebut berpotensi menekan kinerja ekspor nasional, terutama dari sektor-sektor unggulan Indonesia yang selama ini menyumbang surplus perdagangan dengan AS.

Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menuturkan bahwa sejak tahun 2010, surplus perdagangan Indonesia dengan AS telah meningkat hampir empat kali lipat. Pada 2022, nilai surplus mencapai puncak di angka US$ 16,6 miliar, sebelum menurun menjadi US$ 14,2 miliar pada 2024.

"Dalam periode yang sama, ekspor Indonesia ke AS mencapai US$ 26,3 miliar, menjadikan AS sebagai mitra dagang strategis meski kontribusinya terhadap total ekspor nasional masih di bawah 10%," kata Enrico dalam laporan bertajuk Indonesia: Macro Impac from US Reciplocal Tariffs, Senin (7/4).

Kebijakan tarif ini muncul sebagai bagian dari langkah proteksionis AS untuk mengurangi defisit neraca perdagangannya dengan sejumlah negara. Meski kontribusi ekspor Indonesia ke AS tergolong kecil dibandingkan negara-negara seperti Cina atau Meksiko, Indonesia tetap dimasukkan dalam daftar negara yang dikenai tarif tinggi.

“Kebijakan ini tampaknya bukan sekadar soal neraca perdagangan, tetapi lebih pada strategi menekan negara-negara mitra agar melakukan negosiasi ulang,” ujarnya.

Perbandingan tarif yang diterapkan menunjukkan ketimpangan. Enrico mencatat bahwa pada tahun 2022, tarif rata-rata yang dikenakan oleh Indonesia terhadap barang-barang dari AS hanya sebesar 8,56%.

Di sisi lain, AS kini akan mengenakan tarif hingga 32% terhadap barang-barang asal Indonesia. Ketimpangan ini dapat menimbulkan hambatan struktural terhadap kelancaran arus perdagangan dua negara.

5 Sektor Terdampak Kebijakan Tarif Trump

Sektor-sektor ekspor utama Indonesia diperkirakan akan terkena dampak paling besar. Berdasarkan data yang dihimpun UOB, terdapat lima kelompok produk yang menjadi tulang punggung surplus Indonesia dengan AS

  1. Produk kelapa sawit dan turunannya
  2. Alas kaki
  3. Alat listrik bernilai rendah
  4. Pakaian jadi dan tekstil
  5. Furnitur.

Kelima kelompok ini menyumbang hingga 51% dari total surplus perdagangan Indonesia dengan AS. Meskipun begitu, kelima sektor tersebut hanya menyumbang 3,4% dari total ekspor Indonesia secara keseluruhan.

Hal ini berarti dampaknya terhadap total neraca perdagangan Indonesia mungkin tidak terlalu besar dalam angka makro, tetapi cukup signifikan bagi sektor yang bergantung pada pasar AS.

Enrico menggarisbawahi bahwa ketergantungan sektoral ini berpotensi menimbulkan tekanan terhadap pelaku usaha kecil dan menengah yang mendominasi industri tersebut. “Penerapan tarif setinggi itu akan menggerus margin keuntungan eksportir Indonesia, terutama UMKM yang memiliki daya tahan finansial terbatas,” ujar Enrico.

Ia menambahkan bahwa biaya tambahan dari tarif dapat mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar AS, memaksa eksportir untuk melakukan penyesuaian harga atau mencari pasar alternatif dalam waktu singkat.

Pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait dikabarkan telah menyiapkan langkah negosiasi untuk merespons kebijakan ini. Presiden Prabowo telah menginstruksikan kementerian perdagangan dan luar negeri untuk segera membuka jalur komunikasi dengan otoritas perdagangan AS.

Enrico menilai bahwa kebijakan tarif ini tidak hanya menimbulkan dampak langsung terhadap kinerja ekspor, tetapi juga berpotensi menciptakan efek rambatan apabila negara-negara lain terkena kebijakan serupa.

“Jika negara seperti Cina ikut terdampak, maka efeknya bisa meluas ke Indonesia melalui rantai pasok global dan permintaan regional,” ujarnya.

UOB Masih Kaji Ulang Proyeksi Ekonomi RI

Menanggapi potensi perlambatan ekspor, UOB saat ini sedang mengkaji ulang proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 yang sebelumnya dipatok sebesar 5,2%.

Penyesuaian proyeksi tersebut akan dilakukan setelah rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal pertama yang dijadwalkan pada bulan Mei mendatang.

Menurut Enrico, tekanan terhadap sektor eksternal dapat mendorong Bank Indonesia (BI) untuk menyesuaikan kebijakan moneternya. Revisi terhadap suku bunga acuan menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan, tapi tergantung pada dinamika global dan arah kebijakan moneter AS.

“Kami akan meninjau ulang ekspektasi suku bunga BI setelah pertemuan Dewan Gubernur pada 23 April 2025,” katanya.

Meski skala ekspor Indonesia ke AS relatif kecil dalam konteks global, Enrico memperingatkan bahwa ketidakpastian kebijakan perdagangan AS bisa menimbulkan gangguan yang lebih luas terhadap kepercayaan pelaku usaha dan stabilitas pasar ekspor nasional.

"Kebijakan tarif ini menegaskan kembali perlunya strategi diversifikasi pasar dan perbaikan struktur ekspor Indonesia ke depan," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...