Perketat Pengawasan Devisa, BI dan Bea Cukai Integrasikan Sistem
Bank Indonesia dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bakal mengimplementasikan sistem monitoring devisa terintegrasi seketika atau Simodis mulai 1 Januari 2020. Sistem yang akan mengintegrasikan arus dokumen ekspor impor di Bea Cukai dan arus uang masuk di BI bertujuan meningkatkan kepatuhan pengusaha terkait ketetuan devisa hasil ekspor dan pembiayaan impor.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan bahwa melalui integrasi sistem ini, pihaknya dan pemerintah dapat melakukan rekonsiliasi data impor/ekspor dengan transaksi devisa secara komprehensif dan terintegrasi. Ini merupakan salah satu upaya meningkatkan kepatuhan terhadap kewajiban pelaporan devisa dan diharapkan dapat mendukung pengendalian defisit neraca transaksi berjalan.
"Simodis bermanfaat guna mendukung perumusan kebijakan dengan informasi devisa hasil ekspor dan devisa pembayaran impor yang lebih akurat dan terkini," ujar Destry dalam keterangan resmi, Jumat (27/12).
Sementara bagi pelapor seperti eksportir, importir, dan perbankan, Simodis mampu mengurangi beban pelaporan dan memberikan umpan balik informasi secara cepat dan online. Selain itu, menurut Destry, Simodis menyediakan informasi penawaran dan permintaan valas dari kegiatan transaksi ekspor dan impor secara cepat, tepat, dan akurat.
(Baca: Batas Bea Kiriman Diturunkan, Bea Cukai Ungkap Sederet Penyebabnya)
Guna mendukung implementasi SiMoDIS tersebut, BI juga telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.21/14/PBI/2019 tentang devisa hasil ekspor dan devisa pembiayaan impor. PBI tersebut memuat ketentuan penerimaan devisa hasil ekspor, devisa hasil ekspor dari sumber daya alam, dan penambahan pengaturan kewajiban pelaporan devisa pembayaran impor.
Adapun, ketentuan pelaksanaan atas PBI tersebut akan diterbitkan dalam waktu dekat.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi menyampaikan bahwa SiMoDIS memberikan informasi yang lengkap tentang nilai ekspor dan nilai impor yang sesungguhnya berdasarkan nilai devisa hasil ekspor dan devisa pembayaran impor.
"Hasil dari rekonsiliasi data tersebut akan digunakan sebagai salah satu indikator untuk penyusunan profiling kepatuhan pengusaha," jelas dia.
(Baca: Tokopedia dan Bukalapak Respons Aturan Baru Impor Barang E-Commerce)
Heru menjelaskan, pengusaha yang masuk golongan patuh akan diberikan status/profil yang lebih baik/tinggi. Eksportir yang patuh akan diprioritaskan untuk mendapatkan insentif, berupa kemudahan impor tujuan ekspor, kawasan berikat, authorized economic operator, serta dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam proses layanan restitusi pajak.
"Bagi importir yang patuh akan diprioritaskan untuk mendapatkan insentif antara lain, berupa importir jalur prioritas, mitra utama, dan authorized economic operator," jelas dia.
Sebaliknya, pengusaha yang tidak patuh akan dikenakan sanksi administrasi atau penundaan pelayanan/pemblokiran. Hasil rekonsiliasi data juga dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam pengawasan melalui skema Joint Program antara DJBC dengan Direktorat Jenderal Pajak.