6 Emiten EBT Disebut Bakal Cuan dari Investasi Danantara: BREN, PGEO hingga TOBA


Masuknya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk mendorong proyek strategis nasional di sektor energi dinilai bakal menguntungkan sejumlah emiten energi. Khususnya bidang Energi Baru Terbarukan atau EBT.
Pemerintah tengah memburu berbagai proyek strategis nasional demi mencapai swasembada energi. Danantara juga telah mengatakan akan memprioritaskan investasi pada dua sektor penting dalam enam bulan ke depan.
Dalam acara Pertamina Investor Day yang digelar Rabu (18/7), Managing Director Investment Danantara Stefanus Ade Hadiwidjaja mengatakan, mineral dan energi merupakan dua isu yang akan segera dieksekusi kepepakannya dalam enam bulan ke depan.
Menurut Stefanus, sektor energi meliputi energi baru dan terbarukan, minyak dan gas bumi hingga petrokimia. "Untuk sektor kedua ini (energi), penting bagi kami untuk berkolaborasi dengan Pertamina," kata dia dalam acara Pertamina Investor Day di Jakarta, Rabu (18/7).
Seiring dengan pernyataan Rosan, analis menyebut ada sejumlah emiten energi yang bakal ketiban untung karena bergerak di sektor EBT.
Analis MNC Sekuritas cabang Pantai Indah Kapuk Hijjah Marhama, atau sering disapa Rahma, mengatakan emiten sektor EBT yang akan menjadi leading di bidang geothermal nasional dan EBT adalah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO)
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) telah merencanakan penandatanganan Head of Agreement (HoA) dan Memorandum of Understanding (MoU) antara Danantara dan PGEO terkait pelaksanaan proyek investasi prioritas negara pada Selasa (24/6).
Duet jumbo antara PGEO dan Danantara ini diharapkan menjadi katalis bagi percepatan hilirisasi energi serta mendorong pertumbuhan ekonomi hijau di tingkat nasional.
Selain sentimen positif dari kerjasama tersebut, Rahma memandang prospek PGEO akan cerah hingga akhir tahun 2025 dengan proyeksi laba penuh tahun 2025 yang diproyeksikan mencapai US$ 132 juta hingga US$ 138 juta atau setara dengan Rp 2,25 triliun (dengan kurs 16.329 terhadap dolar Amerika Serikat).
“Target fundamental PGEO di Rp 2.350,” kata Rahma ketika dihubungi Katadata, Jumat (18/7).
Prospek PT Arkora Hydro Tbk (ARKO)
Kemudian, PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) dipandang juga akan kebagian nilai positif dari rencana investasi Danantara. Bila menilik prospeknya, Rahma mengatakan ARKO tengah beroperasi menambah kapasitas pembangkit listrik EBT.
Dalam aksi korporasi terbaru yang disampaikan perseroan kepada BEI, emiten grup Astra ini baru saja mendirikan dua perusahaan baru melalui dua entitas anak yaitu PT Arkora Energi Merah Putih (AEMP) dan PT Arjuna Hidro (AH). Keduanya menggenggam kepemilikan sebesar 99,99%. Perusahaan baru tersebut diberi nama PT Pembangunan Hydro Indonesia (PHI) dan PT Arkora Merah Putih (AMP).
“Pendirian PT PHI dan PT AMP, melalui AEMP dan AH yang menjadi pemegang saham, menjadikan perseroan secara tidak langsung memiliki kepemilikan saham kepada PT PHI dan PT AMP sebesar 99%,” kata manajemen ARKO dalam keterbukaan informasi dikutip Jumat (18/7).
Pendirian dua perusahaan tersebut menjadi langkah strategis perseroan dalam mendukung rencana perkembangan kegiatan usaha ARKO, termasuk mengantisipasi potensi penambahan proyek-proyek baru yang akan dijalankan olehnya.
Selama tahun ini, ARKO berencana meningkatkan kapasitas pembangkit listriknya dengan mengembangkan proyek-proyek baru dan mengakuisisi pembangkit listrik tenaga air yang sudah beroperasi. Selain itu, perusahaan berfokus pada peningkatan efisiensi operasional dan penerapan teknologi mutakhir dalam pengelolaan energi terbarukan.
PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN)
PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) sedang melakukan ekspansi bisnis di pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Dalam aksi terbaru, perusahaan di bawah Barito Group itu meresmikan dan peletakan batu pertama (groundbreaking) lima proyek PLTP milik anak usaha, Star Energy Geothermal, di Salak dan Wayang Windu, Jawa Barat.
Selain itu, Barito Renewables juga menginvestasikan sebesar US$ 365 juta atau sekitar Rp 5,91 triliun untuk menambah kapasitas pembangkitan listrik sebesar 112 megawatt (MW). Sejumlah proyek yang dijalankan dalam rangka investasi itu telah menyerap 3.356 tenaga kerja, sekaligus memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi lokal serta pembangunan rendah karbon.
Langkah ekspansi lainnya adalah dengan membangun tiga unit baru yang terdiri dari pembangunan unit Salak Binary, dengan total investasi sebesar US$ 45,5 juta dan kapasitas terpasang 16,6 MW, telah beroperasi secara komersial (COD) sejak Februari 2025.
Kemudian Wayang Windu Unit 3 yang direncanakan mulai beroperasi secara komersial pada Desember 2026. Proyek ini menyerap investasi senilai US$ 106,3 juta dengan kapasitas 30 MW. Lalu Salak Unit 7 juga ditargetkan COD pada Desember 2026, dengan nilai investasi US$ 133 juta dan kapasitas sebesar 40 MW.
“BREN sendiri juga dalam pengoperasiannya sudah mencapai 38% pangsa pasar di Indonesia melalui pengoperasian 3 aset panas bumi di Jawa Barat, dengan total kapasitas terpasang sebesar 886 megawatt (MW),” kata Rahma.
Sementara itu, Senior Analyst Riset Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menyebut, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) serta PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang akan berpotensi terdongkrak seiring dengan gencaran proyek strategis nasional di sektor energi.
PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA)
Menurut Sukarno, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) memiliki prospek positif karena pengembangan proyek energi terbarukan (EBT) sebesar 370 MW yang tengah digencarkan perseroan.
“Termasuk PLTS dan proyek tenaga angin,” kata Sukarno.
Dalam aksi korporasi terbarunya, TOBA telah menyelesaikan divestasi seluruh kepemilikannya di PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL), perusahaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
Selain itu, perusahaan juga merampungkan proses akuisisi Sembcorp Environment Pte Ltd (SembEnviro), perusahaan Singapura yang bergerak di bidang pengelolaan limbah dan solusi lingkungan.
"Aksi korporasi ini mencerminkan komitmen nyata TBS dalam menjalankan transformasi bisnis menuju keberlanjutan," ujar Presiden Direktur TBS Dicky Yordan dalam keterangan di Jakarta, pada Maret lalu.
Melalui divestasi MCL, TBS berhasil mengurangi eksposur terhadap aset energi berbasis fosil secara signifikan, sekaligus mempercepat upaya dekarbonisasi perusahaan menuju netralitas karbon. Langkah strategis ini diperkirakan akan memangkas lebih dari 750 ribu ton karbon dioksida ekuivalen (CO₂ equivalent) per tahun, setara dengan lebih dari 45% total emisi karbon TBS di tahun 2024.
Lebih lanjut, Sukarno menyampaikan TOBA juga mulai mengembangkan ekosistem EV dan carbon credit, sehingga menjadikan TOBA salah satu emiten dengan transformasi EBT yang cukup agresif.
“Emiten ini memiliki tantangan yaitu eksekusi proyek dan kebutuhan modal besar,” kata Sukarno mengenai tantangan yang akan dihadapi TOBA ke depan.
PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO)
Kemudian ada PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO). Sukarno mengatakan, melalui anak usaha PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dan Adaro Green, ADRO mulai mendiversifikasi ke sektor EBT yang meliputi PLTS, smelter hijau dan energi baterai.
“Potensi pertumbuhan jangka panjang tinggi, tapi masih tahap awal dan kontribusi ke pendapatan belum signifikan,” ujarnya.
Dia juga menyatakan ADRO akan menjadi emiten yang menarik karena strategi dekarbonisasi sehingga ADRO juga digadang bakal mendapat perhatian investor ESG global.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
Selanjutnya menurut Sukarno, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) memiliki rencana diversifikasi ke PLTU berbasis energi baru, hilirisasi batu bara menjadi DME dan produk bernilai tambah lain. Tantangan PTBA adalah transformasi dari core bisnis batu bara ke EBT masih relatif lambat, dan dibayangi regulasi perubahan transisi energi. “Namun, dengan rekam jejak kuat di sektor energi dan dukungan holding MIND ID, peluang tetap ada,” ujarnya.