Larangan Ekspor Dipercepat, Saham Perusahaan Nikel Menghijau

Ihya Ulum Aldin
29 Oktober 2019, 13:50
bijih nikel
PT Antam Tbk
Petugas menunjukkan produk feronikel shot setelah melalui proses peleburan.

Harga saham perusahaan pertambangan nikel kompak menguat dan diminati investor asing pada sesi pertama perdagangan hari ini, Selasa (29/10). Hal tersebut sejalan dengan berlakunya pelarangan ekspor nikel mulai hari ini.

Saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pada sesi pertama perdagangan hari ini ditutup menguat hingga 6,20 persen menjadi Rp 3.770 per saham. Saham Vale diminati investor asing dengan catatan nilai beli bersih Rp 67,04 miliar di pasar reguler.

Hingga sesi pertama perdagangan hari ini, total volume saham Vale yang diperdagangkan sebanyak 73,92 juta saham. Nilai transaksi pada sesi pertama ini senilai Rp 278,75 miliar. Sedangkan, untuk total frekuensi sebanyak 7.789 kali.

(Baca: Larangan Ekspor Bijih Nikel Berlaku, ESDM Evaluasi Pembangunan Smelter)

Saham PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) juga menguat sebesar 4,95% menjadi Rp 212 per saham. Saham perusahaan nikel ini diminati investor asing  dengan nilai beli bersih sebesar Rp 120,62 juta di pasar reguler.

Saham Central Omega Resources diperdagangkan dengan volume sebanyak 120,6 juta saham dengan nilai transaksinya senilai Rp 26,07 miliar. Frekuensi perdagangan tercatat sebanyak 6.591 kali.

Saham perusahaan yang juga menggali nikel yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) ikut naik sebesar 1,64% menjadi Rp 930 per saham. Saham perusahaan tambang plat merah ini diminati asing dengan nilai beli bersih Rp 10,32 miliar di pasar reguler.

Adapun, total volume saham ANTM yang diperdagangkan hingga sesi pertama hari ini sebanyak 90,52 juta saham dengan nilai transaksi sebanyak Rp 84,67 miliar. Saham perusahaan ini diperdagangkan dengan frekuensi sebanyak 4.386 kali.

(Baca: Lebih Cepat, Pemerintah Larang Ekspor Bijih Nikel Mulai Besok)

Pemerintah mempercepat penghentian ekspor bijih nikel atau ore mulai hari ini. Padahal sebelumnya pemerintah bakal mulai melarang ekspor nikel pada 1 Januari 2020 sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019.

Namun, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan kebijakan pemerintah tersebut berlaku mulai Selasa (29/10). “Jadi ekspor bijih nikel terakhir malam ini,” kata Bahlil dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (28/10).

Meski tak didasari oleh peraturan resmi, percepatan ini, menurutnya, diputuskan melalui persetujuan bersama para pengusaha dan asosiasi nikel. Kesepakatan tersebut untuk meningkatkan martabat Indonesia di mata dunia.

Menurut Bahlil, bijih nikel yang tidak diekspor akan dibeli oleh para pemilik pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter. Para pengusaha smelter ini akan mengolahnya menjadi nikel yang memiliki nilai tambah.

(Baca: Tarik-Ulur Larangan Ekspor Nikel, Siapa yang Lebih Diuntungkan?)

Hingga 2018, Kementerian ESDM mencatat perusahaan tambang di Indonesia baru memiliki 27 smelter. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17 smelter merupakan pengolahan hasil tambang nikel dan empat smelter besi.

Sisanya merupakan smelter tembaga, bauksit dan mangan masing-masing dua smelter. Sedangkan smelter yang masih dalam perencanaan berjumlah 30 seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini :

Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Ratna Iskana

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...