ITDP: Skenario Kota Terpadu dan Elektrifikasi Bisa Kurangi Beban Ekonomi Rp 38 T


PEKANBARU. Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) menyatakan penerapan kota terpadu dan terelektrifikasi dapat mengurangi beban perekonomian Indonesia hingga Rp 38 triliun dengan berkurangnya emisi karbon, polusi udara, dan kemacetan. Kota yang terpadu dan terelektrifikasi juga menjadi solusi untuk menjaga suhu Bumi agar tidak naik di atas 1,5 derajat Celcius atau sesuai dengan Perjanjian Paris.
Gonggomtua Sitanggang, Direktur Asia Tenggara ITDP Indonesia, mengatakan sektor transportasi merupakan sektor penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di Indonesia setelah sektor kelistrikan. Transportasi darat berkontribusi terhadap 90% emisi sektor transportasi di Indonesia.
"Emisi sektor transportasi tinggi karena masyarakat memiliki ketergantungan terhadap transportasi pribadi. Sepeda motor dan mobil mendominasi penggunaan kendaraan dengan laju pertumbuhan 5,5%-6% per tahun," ujar Gonggomtua dalam Lokakarya Media "Elektrifikasi Transportasi Publik Skala Nasional" di Pekanbaru, Rabu (18/6).
Studi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai Rp 100 triliun per tahun. Data lainnya dari Global Alliance on Health and Pollution juga menyebut ada 123.753 kematian per tahun akibat polusi udara di Indonesia.
Gonggomtua menilai keengganan masyarakat menggunakan transportasi publik lantara terbatasnya akses terhadap moda angkutan umum massal di perkotaan. ITDP menyebut cakupan layanan angkutan umum massal baru mencapai 16,2% di Bodetabek. Selain itu, tidak ada kebijakan yang "memaksa" orang untuk pindah menggunakan transportasi publik.
Kajian ITDP menunjukkan kota yang terpadu dan terelektrifikasi, yang berorientasi pada transportasi publik, bisa menjadi solusi atas masalah-masalah ini. Di Jakarta, kota terpadu dan terelektrifikasi di mana seluruh kendaraan bermotor akan menjadi kendaraan listrik diprediksi tercapai pada 2040.
Dengan skenario ini, emisi karbon dapat diturunkan dari 119 Gigaton setara CO2 (GtCO) pada 2020 menjadi 60 GtCO pada 2050.
Gonggom mengatakan jika menggunakan skenario kota terpadu saja, masih ada polusi udara dari penggunaan kendaraan bermotor publik dan pribadi. Sementara itu, skenario elektrifikasi saja bisa meningkatkan risiko kecelakaan kendaraan, masyarakat yang tidak memiliki mobil memiliki akses terbatas, ada risiko penggunaan mineral kritis yang tinggi, dan memicu urban sprawl atau perluasan kota yang tidak terkontrol.
Mencontoh Kota 15 Menit yang Diterapkan di Paris
Skenario kota terpadu dan elektrifikasi berpotensi menurunkan kecelakaan lalu lintas, peluang mobilitas lebih merata, dan mampu menurunkan polusi udara serta kebisingan secara drastis. Di sisi lain, emisi karbon juga turun sejalan dengan Perjanjian Paris. Masyarakat pun bisa hidup lebih sehat, aktivitas seperti berjalan kaki atau bersepeda pun terwadahi dengan konsep ini.
Kebijakan semacam ini telah diterapkan di Paris, Prancis dengan La Ville du 1/4 d'Heure atau kota yang bisa dicapai dalam 15 menit.
Untuk mengurangi mobilitas masyarakat, Paris menetapkan sekolah sebagai pusat komunitas dengan gedung serbaguna yang terbuka untuk umum dan halaman sebagai ruang hijau baru. Pemerintah setempat juga memastikan keberagaman layanan dasar dan aktivitas yang tersedia dalam jarak berjalan kaki.
Pemerintah Kota Paris juga mengalokasikan penggunaan lahan untuk mobil ke penggunaan baru yang mendukung pengembangan moda aktif seperti berjalan kaki dan bersepeda, ruang publik, dan ruang hijau.
Paris telah menargetkan emisi gas NOx (nitrik oksida dan nitrogen dioksida) yang dihasilkan kendaraan pribadi berkisar 76%-87% di bawah angka tahun 2016. Pada 2030, Paris hanya akan mengizinkan kendaraan berbahan bakar rendah emisi (sel listrik dan hidrogen) di kawasan rendah emisi (Low Emission Zone).