Kumpulkan Pendanaan Iklim, Nauru Tawarkan Golden Visa Seharga Rp 1,7 Miliar

Hari Widowati
6 Maret 2025, 12:16
Ilustrasi golden visa, paspor, Nauru
www.vecteezy.com
Nauru, sebuah negara kepulauan seluas 21 kilometer persegi di Samudra Pasifik barat daya, menawarkan golden visa atau status kewarganegaraan bagi investor asing dengan harga US$ 105.000 atau Rp 1,7 miliar (kurs Rp 16.330/US$).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Nauru, sebuah negara kepulauan seluas 21 kilometer persegi di Samudra Pasifik barat daya, menawarkan golden visa atau status kewarganegaraan bagi investor asing dengan harga US$ 105.000 atau Rp 1,7 miliar (kurs Rp 16.330/US$). Pulau kecil ini akan menggunakan dana yang diperoleh dari penjualan golden visa itu untuk mendanai aksi iklim.

Nauru menghadapi ancaman eksistensial dari kenaikan permukaan air laut, gelombang badai, dan erosi pantai seiring dengan pemanasan planet. Namun, negara terkecil ketiga di dunia ini kekurangan sumber daya untuk melindungi diri dari krisis iklim yang secara tidak proporsional didorong oleh negara-negara kaya.

Pemerintah mengatakan, penjualan kewarganegaraan itu akan membantu negara mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk memindahkan 90% dari sekitar 12.500 penduduk pulau itu ke dataran yang lebih tinggi dan membangun komunitas yang benar-benar baru.

Golden visa atau paspor emas bukanlah hal baru, tetapi dinilai kontroversial. Sejarah dipenuhi dengan contoh-contoh penyalahgunaannya untuk tindakan kriminal. Namun, seiring negara-negara berkembang berjuang mendapatkan dana yang mereka butuhkan untuk mengatasi dampak iklim yang meningkat, mereka terpaksa mencari cara baru untuk mengumpulkan uang.

Tekanan pendanaan iklim bertambah dengan adanya kesenjangan pendanaan yang kemungkinan akan diperburuk oleh penarikan diri Amerika Serikat (AS) dari aksi iklim global. Seperti diketahui, AS merupakan salah satu donatur besar untuk pendanaan iklim global.

“Sementara dunia memperdebatkan aksi iklim, kita harus mengambil langkah proaktif untuk mengamankan masa depan bangsa kita,” kata Presiden Nauru, David Adeang, kepada CNN.

Paspor tersebut akan berharga minimal US$ 105.000 (Rp 1,7 miliar). Namun, orang-orang dengan riwayat kriminal tertentu dilarang mengajukan paspor ini. Paspor Nauru menawarkan akses bebas visa ke 89 negara termasuk Inggris Raya, Hong Kong, Singapura, dan Uni Emirat Arab.

"Sedikit dari pemegang paspor baru ini yang kemungkinan besar akan mengunjungi Nauru yang terpencil, tetapi kewarganegaraan ini memungkinkan orang untuk menjalani kehidupan global," kata Kirstin Surak, Profesor Madya Sosiologi Politik di London School of Economics dan Penulis The Golden Passport: Global Mobility for Millionaires, kepada CNN. Ia menilai, paspor ini bisa sangat berguna bagi mereka yang memiliki paspor yang lebih terbatas.

Bagi Nauru, program ini dipromosikan sebagai kesempatan untuk mengamankan masa depan pulau tersebut, yang memiliki sejarah kelam dan sulit.

Sejarah Nauru, Eksploitasi Fosfat hingga Penambangan Mineral di Laut Dalam

Nauru dieksploitasi habis-habisan untuk fosfat sejak awal tahun 1900-an. Selama hampir satu abad, tanahnya dikeruk oleh penambang, meninggalkan bagian tengah pulau menjadi lanskap yang hampir tandus dengan bebatuan terjal.

Hal ini menyebabkan sekitar 80% pulau menjadi tidak layak huni. Ini berarti sebagian besar orang sekarang tinggal berkelompok di sepanjang garis pantai, terpapar kenaikan permukaan air laut, yang meningkat lebih cepat di sini daripada rata-rata global.

Setelah fosfat habis, Nauru mencari sumber pendapatan baru. Sejak awal tahun 2000-an, pulau ini berfungsi sebagai lokasi penahanan lepas pantai bagi pengungsi dan migran yang mencoba menetap di Australia.

Sekarang, pulau ini menjadi pusat rencana kontroversial untuk menambang laut dalam demi mendapatkan material untuk transisi hijau.

Nauru bahkan sempat menjadi incaran pengusaha mata uang kripto yang kini tercemar namanya, Sam Bankman-Fried. Menurut dokumen pengadilan tahun 2023, Bankman-Fried mengemukakan rencana untuk membeli pulau itu dan membangun bunker untuk bertahan hidup dari kiamat.

Namun, bagi orang-orang yang tinggal di sana, Nauru sama sekali tidak terasa siap menghadapi masa depan. “Banyak orang yang tinggal di pesisir sudah kehilangan tanah — beberapa rumah mereka bahkan sudah ditelan oleh air pasang besar dan mereka kehilangan segalanya,” kata Tyrone Deiye, warga negara Nauru dan peneliti di Monash Business School di Australia, dalam sebuah pernyataan.

Surak dari LSE menilai, upaya pemerintah Nauru menjual kewarganegaraan lewat golden visa berpotensi memberikan dampak ekonomi yang “sangat besar” bagi negara-negara mikro.

Potensi Pendapatan dari Golden Visa

Nauru memperkirakan akan menghasilkan sekitar US$ 5,6 juta (Rp 91,42 miliar) dari program tersebut di tahun pertamanya. Pada akhirnya, dana yang diperoleh dari penjualan golden visa ini ditingkatkan menjadi sekitar US$ 42 juta (Rp 685,65 miliar) per tahun.

"Ini akan dibangun secara bertahap seiring kami menilai konsekuensi yang tidak diinginkan atau dampak negatif," kata Edward Clark, CEO Program Kewarganegaraan Ketahanan Ekonomi dan Iklim Nauru. Pada akhirnya, mereka berharap program ini akan menyumbang 19% dari total pendapatan pemerintah.

"Keberhasilan program ini akan bergantung pada bagaimana pendapatan disalurkan ke negara, dan untuk apa pendapatan itu digunakan,” kata Surak. Itu berarti pemeriksaan dan transparansi ke mana dana tersebut disalurkan, dan mencegah orang-orang yang seharusnya dilarang mendapatkan paspor dari menyuap pejabat secara ilegal untuk mendapatkannya.

Program sebelumnya untuk menjual kewarganegaraan pada pertengahan tahun 1990-an terjerat skandal, termasuk penangkapan dua orang yang diduga teroris Al Qaeda di Malaysia pada 2003 yang membawa paspor Nauru.

Pemerintah mengatakan pemeriksaan program ini akan ketat dan mengecualikan mereka yang berasal dari negara-negara yang ditetapkan sebagai berisiko tinggi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk Rusia dan Korea Utara. "Kemitraan dengan organisasi internasional termasuk Bank Dunia akan memberikan keahlian dan pengawasan,” kata Presiden Adeang.

Nauru bukan negara pertama yang berupaya mendanai aksi iklim dengan menjual paspor. Negara Karibia, Dominika, yang telah menjual kewarganegaraan sejak 1993, baru-baru ini mengatakan mereka menggunakan sebagian dari hasil penjualan tersebut untuk mendanai komitmennya untuk menjadi negara tangguh iklim pertama di dunia pada tahun 2030.

Golden visa mungkin menjadi jalur yang dipertimbangkan negara-negara lain karena beban menangani biaya perubahan iklim jauh lebih besar daripada sumber daya ekonomi mereka. Sementara itu, pendanaan iklim internasional tampaknya mengering.

“Nauru menyoroti peluang bagi negara-negara rentan iklim untuk menjadi lahan pengujian bagi inovasi iklim,” kata Clark.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...