DEN Kaji Ulang Langkah Transisi Energi RI Usai AS Keluar dari Perjanjian Paris

Tia Dwitiani Komalasari
7 Februari 2025, 10:00
Foto udara bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025). PLTA Jatigede resmi beroperasi secara penuh yang dibangun oleh PT PLN (Persero) dengan kapasitas 2 X 55 MegaWatt (MW) serta hadirnya PLTA ini meningkatkan bauran energi da
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Foto udara bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1/2025). PLTA Jatigede resmi beroperasi secara penuh yang dibangun oleh PT PLN (Persero) dengan kapasitas 2 X 55 MegaWatt (MW) serta hadirnya PLTA ini meningkatkan bauran energi dari sumber energi baru terbarukan (EBT) sebesar 110 MW yang mampu mengaliri listril ke 71.923 rumah.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Septian Hario Seto menyatakan pihaknya tengah mempelajari langkah yang harus diambil Indonesia usai Amerika Serikat (AS) keluar dari Perjanjian Iklim Paris atau Paris Agreement. Studi lanjutan diperlukan salah satunya mengingat AS terlibat dalam pendanaan Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership atau JETP) Indonesia.

 Ini masih banyak ketidakpastian kebijakan ya terkait dengan hal ini ya. Jadi ini yang saya kira nanti kita perlu pelajari lebih lanjut," ujarnya kepada wartawan, saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (7/2).

 Pria yang akrab disapa Seto itu menyebutkan komitmen transisi energi untuk mendukung perbaikan krisis iklim global seharusnya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing negara.

Maka dari itu, Indonesia harus menemukan formula yang tepat dan sesuai dengan kondisi dan situasi di berbagai bidang agar tidak mengganggu perkembangan ekonomi hingga dinamika sosial yang terjadi di masyarakat.

 "Kita tidak mau juga terlalu mendorong agresif nanti harga-harga jadi mahal gitu ya. Atau nanti proses produksinya terganggu, industri terganggu. Jadi memang ini harus ditentukan skenario strateginya sendiri oleh Indonesia," kata Seto.

 Terkait dengan posisi JETP Indonesia yang didanai oleh AS, menurutnya hingga saat ini masih belum ada langkah pasti yang diambil dari negara yang dipimpin Donald Trump itu. Agar bisa mengambil respon yang tepat mengenai JETP Indonesia, Seto menyebutkan DEN masih menantikan perkembangan kebijakan lainnya yang akan diambil oleh Presiden AS.

 "Jadi kami masih lihat bahwa pola ini, dinamikanya masih akan terjadi dalam berapa bulan. Setelah itu settle baru kami bisa tahu pasti policy-nya," ujar Hario.

 Sebelumnya terkait JETP Indonesia, pada Kamis (30/1) diwartakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut bahwa keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris atau Paris Agreement tidak mempengaruhi pendanaan JETP di Indonesia.

 “Nah, saya rasa sih nggak terlalu, ya. Pendanaan tadi kan ada dari Jepang, dari macam-macam,” ucap Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) Eniya Listiani Dewi ketika dijumpai setelah menghadiri acara bertajuk, “Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Baru”, di Jakarta, Kamis.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Antara

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...