Hakim Nilai Tom Lembong Tak Cermat Terkait Impor Gula


Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta menilai izin impor Gula Kristal Mentah (GKM) merupakan hasil kebijakan tak cermat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Hakim juga mengatakan, kebijakan impor gula haruslah memperhatikan kepentingan petani tebu, serta masyarakat sebagai konsumen akhir. Dalam pertimbangannya, hakim menilai Tom selaku Menteri Perdagangan tidak melaksanakan pengawasan operasi pasar.
"Terdakwa sebagai Menteri Perdagangan tidak melakukan pemeriksaan dan evaluasi atas pelaksanaan operasi pasar yang telah dilakukan oleh Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR)," kata hakim anggota Alfis Setyawan saat membacakan vonis Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7).
Hakim mengatakan, tidak ada laporan terkait harga jual dan pantauan harga jual di wilayah usai impor dilakukan.
Hakim juga menilai pemerian izin impor gula yang diberikan Tom Lembong tanpa adanya koordinasi antar kementerian. Selain itu, hakim juga menyatakan Tom melanggar ketentuan Pasal 3 Permendag Nomor 117 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Gula.
"Tidak didasari adanya rapat koordinasi antar kementerian atau rapat koordinasi kementerian di bidang perekonomian yang menentukan jumlah kebutuhan gula sebanyak 157.500 ton," kata hakim.
Hakim menilai, ketidakcermatan Tom mengakibatkan ketersediaan gula yang tidak mencukupi serta hatganya yang tinggi di masyarakat. Menurut hakim, ini menjadi pangkal impor yang dilakukan.
"Pemberian persetujuan impor GKM untuk diolah menjadi GKP dalam rangka penugasan pada PT PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia) merupakan bentuk ketidakcermatan terdakwa sebagai Menteri Perdagangan," kata hakim.
Tom telah divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus tersebut. Meski demikian, vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 7 tahun bui.
Sebelumnya, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.