Pertama Kali dalam Sejarah, Harga Minyak Anjlok di Bawah US$ 0 / Barel
Harga minyak mentah berjangka AS untuk kontrak Mei anjlok hingga di bawah US$ 0 pada penutupan perdagangan Senin (21/4). Penurunan tersebut merupakan yang terendah untuk pertama kalinya dalam sejarah seiring dengan rendahnya permintaan dan pasokan yang menumpuk akibat pandemi corona.
Dilansir dari Reuters, harga minyak menutup perdagangan dengan minus US$ 37,63 per barel karena para pedagang putus asa sehingga harus membayar pembeli demi mengurangi pasokan minyak yang sudah tak mampu lagi ditampung.
Tak hanya itu, minyak mentah Brent yang merupakan patokan internasional juga merosot, kendati tak setajam minyak WTI karena lebih banyak penyimpanan tersedia di seluruh dunia.
(Baca: Harga Minyak Anjlok, Pengamat: BBM Bisa Turun Hingga Rp 1.500/Liter)
Kontrak minyak WTI AS Mei turun US$ 55,90, atau 306%, dengan diskon US$ 37,63 per barel setelah menyentuh titik terendah sepanjang masa US$ 40,32 per barel. Brent turun US$ 2,51 per barel atau 9%, menjadi US$ 25,57 per barel.
Harga minyak AS diperdagangkan di wilayah negatif untuk pertama kalinya, karena miliaran orang di seluruh dunia kini tinggal di rumah untuk memperlambat penyebaran virus corona. Sehingga permintaan fisik untuk minyak mentah telah menyusut dan menyebabkan stok minyak global pun melimpah.
Para pedagang lalu menjual minyak untuk kontrak berjangka Mei yang berakhir pada Senin kemarin dengan diskon. Namun, untuk harga minyak dengan WTI untuk kontrak Juni masih tetap berada tingkat yang jauh lebih tinggi yaitu US$ 20,43 per barel.
"Biasanya ini akan menjadi stimulan bagi ekonomi di seluruh dunia, untuk tambahan 2% dari PDB. Anda tidak melihat penghematan karena tidak ada yang menghabiskan bahan bakar," kata Mitra di hedge fund Again Capital LLC di New York, John Kilduff.
(Baca: Terendah dalam 19 Tahun, Harga Minyak Dunia Anjlok ke US$ 15 / Barel)
Louise Dickson, analis pasar minyak di Rystad Energy juga mengatakan, diskon harga atau kebangkrutan sekarang bisa lebih murah untuk beberapa operator, daripada membayar puluhan dolar untuk menyingkirkan kelebihan produksi minyak.
Pasalnya, tempat penyulingan dan pemprosesan minyak lebih sedikit, tak mampu menampung ratusan juta barel minyak yang diproduksi di seluruh dunia.
Pedagang bahkan banyak yang telah menyewa kapal hanya untuk berlabuh dan mengisinya dengan minyak berlebih. Tercatat ada 160 juta barel minyak tersimpan di kapal tanker di seluruh dunia.
Stok minyak mentah AS di Cushing naik 9% dalam sepekan hingga 17 April, sehingga total sekitar 61 juta barel, kata analis pasar, mengutip laporan Senin dari Genscape.
Jarak antara kontrak Mei dan Juni pada satu titik melebar ke US$ 60,76, yang terlebar dalam sejarah untuk dua kontrak bulanan terdekat.
"Tempat penyimpanan terlalu penuh untuk spekulan untuk membeli kontrak ini, dan penyuling berjalan pada tingkat rendah karena belum ada pesanan tetap di di sebagian besar negara," kata Analis di Price Futures Group di Chicago, Phil Flynn.
Dia bahkan menyebut tak ada banyak harapan bahwa harga minyak akan kembali normal dalam 24 jam.
(Baca: Anjlok 35%, Penjualan BBM Pertamina pada Maret Terendah Selama Sejarah)
Harga telah tertekan selama berminggu-minggu seiring wabah Covid-19. Sementara Arab Saudi, Rusia dan negar produsen lainnya telah berupaya menekan pasokan untuk kembali menaikkan harga.
Arab Saudi dan Rusia sepakat memotong pasokan sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd), tetapi itu tidak akan dengan cepat mengurangi kelebihan pasokan global.
Arab Saudi sedang mempertimbangkan untuk menerapkan pemotongan minyak sesegera mungkin, daripada mulai dari Mei, seorang wartawan Wall Street Journal mengatakan di Twitter, mengutip sumber.
Harga minyak Brent telah anjlok sekitar 60% sejak awal tahun ini, sementara harga minyak mentah AS turun sekitar 130% ke level di bawah biaya impas. Hal ini menyebabkan penghentian pengeboran dan pemotongan belanja yang drastis.
Tren penurunan harga minyak sejak awal tahun bisa dilihat dalam databoks berikut.