Peneliti LIPI: Presiden Tak Dapat Dimakzulkan karena Perppu KPK
Peneliti LIPI, Prof. Dr. Syamsuddin Haris mengatakan, isu yang berkembang tentang penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK bisa berdampak pada pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan pembodohan publik.
"Ini pembodohan publik, bukan saja salah paham tapi paham yang salah. Pemakzulan itu tidak seperti itu," kata dia, di Jakarta, Minggu (6/10).
Dia menjelaskan bahwa pemakzulan, sesuai dengan konstitusi, hanya terjadi kalau presiden melakukan pelanggaran hukum yang mencakup pengkhianatan terhadap negara, tindak kriminal, penyuapan atau presiden melakukan perbuatan tercela.
"Dan yang melakukan penilaian atas semua itu adalah Mahkamah Konstitusi bukan partai politik di dewan, jadi jangan salah tidak tepat Perppu dihubungkan dengan pemakzulan," katanya.
(Baca: Surya Paloh: Jokowi Sepakat dengan Partai Pengusung Tolak Perppu KPK)
Dia menambahkan bahwa Presiden Jokowi seharusnya tidak perlu terganggu oleh isu pemakzulan dalam mengambil keputusan soal penerbitan Perppu KPK.
Seperti diketahui, sebagian publik menolak UU KPK hasil revisi karena diyakini melemahkan lembaga antikorupsi itu, sehingga perlu dibatalkan, ditinjau ulang atau menunda penggunaan UU KPK itu dengan cara penerbitan Perppu oleh presiden.
Haris menilai UU KPK hasil revisi terdapat cacat prosedural sebab undang-undang itu disusun secara diam-diam, tergesa-gesa serta tanpa partisipasi publik.
"Bahkan, tanpa melibatkan KPK sebagai pemangku kepentingan utama sebagai lembaga utama yang diatur di dalam undang-undang itu," kata dia. Dia menambahkan, selain cacat prosedural, UU KPK juga cacat secara substansi sebab isinya melemahkan institusi anti rasuah itu.
(Baca: Bukan karena Terbitkan Perppu, Ini Syarat Memakzulkan Presiden)
Bahkan haris mengatakan bahwa revisi UU KPK merupakan upaya melumpuhkan KPK. "Dan ini bertentangan dengan visi Presiden Jokowi yang ingin mengawal KPK dan memberantas korupsi, oleh sebab itu presiden mesti menerbitkan Perppu untuk membatalkannya," tegasnya.
Sebelumnya Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menilai jika Jokowi salah langkah dalam menerbitkan Perppu KPK akan berpotensi dimakzulkan. "Salah-salah Presiden bisa di-impeach, ini harus ditanya ahli hukum tata negara," kata dia akhir September lalu.
Menurut Surya belum ada urgensi untuk mengeluarkan Perppu KPK saat ini. Lagipula, UU KPK yang telah disahkan tengah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menilai lebih baik publik menunggu putusan MK terkait UU KPK.
“Kenapa harus keluarkan Perppu? Ini kan masuk ke ranah hukum yudisial," kata Surya. Surya lantas menyayangkan desakan masyarakat dan mahasiswa yang meminta Jokowi menerbitkan Perppu. Menurutnya, desakan itu rentan dipolitisasi oleh pihak tertentu.
(Baca: Usai Bertemu 40 Tokoh Senior, Jokowi Buka Peluang Terbitkan Perppu KPK)