Perppu KPK Tunggu Uji Materi, Ahli Hukum Menilai Argumen Jokowi Keliru
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK) tidak etis saat uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung.
Namun, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai argumen tersebut keliru dan menyesatkan. Menurutnya, ketentuan hukum memperbolehkan penerbitan Perppu kapan saja. "Argumen menunggu proses konstitusi itu alasan yang mengada-ada," kata dia di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Minggu (3/11).
Bivitri mengatakan, Perppu bisa dikeluarkan selama presiden merasa ada kegentingan. Penerbitan beleid tersebut bisa dilakukan tanpa bergantung pada proses legislasi atau pun MK.
Adapun, presiden merupakan cabang kekuasaan eksekutif, sedangkan MK merupakan cabang kekuasaan yudikatif. Oleh karena itu, pembuatan Perppu tidak bersentuhan terhadap MK.
(Baca: Revisi UU KPK Berlaku, YLBHI: Sinyal Kembalinya Orde Baru)
Putusan MK Nomor 138 Tahun 2009 pun menyebutkan, salah satu syarat pengeluaran Perppu ialah apabila ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Bivitri pun mengatakan, para hakim MK tidak akan merasa tersinggung bila ada penerbitan Perppu. "Mereka paham Perppu merupakan kebijakan hukum.
Selain itu, lanjut Bivitri, penerbitan Perppu tidak dibatasi pada rentang waktu tertentu. Sebagai contoh, penerbitan Perppu Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dilakukan setelah lima tahun Undang-Undang Ormas berlaku.
Bila Perppu tak dikeluarkan, Bivitri menilai tugas KPK hanya sebatas pencegahan korupsi, tanpa adanya penindakan. Hal tersebut tidak akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku korupsi.
(Baca: Jokowi Tak Akan Terbitkan Perppu KPK Selama Uji Materi di MK)
Selain itu, indeks pemberantasan korupsi Indonesia dapat merosot. Hal ini bisa berdampak pada investasi di Indonesia serta kesejahteraan masyarakat.
Ia pun meminta Jokowi untuk berhati-hati dalam sikapnya yang disebut sebagai sopan santun. "Indonesia bisa menjadi negara sopan yang membuat pemerintah tidak tegas terhadap apa yang harus dilakukan," ujar dia.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari pun menilai, ia tidak melihat Jokowi bersikap sopan santun terhadap adat ketatanegaraan. Sebab, revisi UU KPK tersebut memperbolehkan Jokowi sebagai satu-satunya presiden yang bisa menunjuk dan melantik Dewan Pengawas KPK.
Sedangkan, presiden berikutnya dapat menunjuk Dewan Pengawas melalui panitia seleksi (pansel). "Patut dipertanyakan apakah Presiden tidak menghormati sopan santun adat ketatanegaraan?" ujar dia.
Sebelumnya, Jokowi menyatakan tidak etis jika menerbitkan Perppu KPK saat uji materi di MK masih berlangsung. Sebab, hal tersebut bakal mengganggu proses uji materi di MK. “Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertata negara,” kata Jokowi.
(Baca: Jokowi Godok Susunan Dewan Pengawas KPK, Desember Dilantik)