Sempat Anjlok ke Level Terendah Imbas Corona, Harga Minyak Naik 4,5%
Harga minyak meningkat hingga 4,49% hingga pagi hari ini, meskipun pasar masih mengkhawatirkan penyebaran virus corona. Ada dua faktor yang membuat harga komoditas ini terkerek.
Kedua faktor tersebut yakni upaya Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas produksi minyak dan stimulus bank sentral di banyak negara.
Berdasarkan data Bloomberg, pada pukul 07.52 WIB Selasa (3/3), harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 naik 4,49% ke level US$ 51,9 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2020 naik 2,67% ke level US$ 48 per barel.
Harga minyak turun lebih dari 20% sejak awal tahun ini. Harga minyak WTI bahkan sempat menyentuh US$ 46,59 per barel pada akhir bulan lalu (28/2) atau terendah dalam lima tahun terakhir.
(Baca: Virus Corona Tekan Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah dalam 5 Tahun)
Peningkatan harga minyak pada hari ini merupakan yang pertama kali, setelah enam sesi anjlok dipicu kekhawatiran atas virus corona. Wabah itu menewaskan hampir 3.000 orang beberapa negara.
Bukan hanya minyak, saham sebagian Asia dan Amerika Serikat (AS) bangkit pada perdagangan awal pekan ini. “Kami rasa ini sangat terkait dengan indikasi akomodasi bank sentral,” kata Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam laporannya, dikutip dari Reuters, Selasa (3/3).
Selain itu, dalam pernyataan resmi bersama, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia menyatakan siap membantu negara-negara anggota mengatasi dampak virus corona terhadap ekonomi dan kemanusiaan. Bantuan tersebut berupa pembiayaan darurat, saran kebijakan, dan teknis.
(Baca: Pasar Masih Khawatirkan Virus Corona, Dua Faktor Kerek Harga Minyak)
“Secara khusus, kami memiliki fasilitas pembiayaan cepat yang secara kolektif dapat membantu negara merespons berbagai kebutuhan. Penguatan pengawasan ketahanan negara dan sistem respons sangat penting untuk menahan penyebaran wabah virus corona,” demikian dikutip dari siaran resmi IMF dan Bank Dunia.
Selain itu, OPEC dan Rusia alias OPEC+ mempertimbangkan pengurangan produksi tambahan pada kuartal kedua tahun ini. Jika awalnya mereka berencana memangkas 600 ribu, kini diusulkan menjadi 1 juta barel per hari.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan, pemerintah mengevaluasi proposal pengurangan produksi minyak. Namun, besarannya lebih kecil dibanding usulan OPEC+.
Ia mengaku belum menerima proposal pengurangan produksi minyak yang lebih dalam dari usulan awal. (Baca: Harga Minyak Dunia Jatuh ke Level Terendah dalam Setahun)
Akan tetapi, produksi minyak OPEC pada Februari turun ke level terendah selama lebih dari satu dasawarsa. Salah satu penyebabnya, pasokan Libya runtuh karena pelabuhan dan ladang minyaknya diblokade.
Selain itu, Arab Saudi dan anggota Teluk lainnya mengalami keterlambatan pengiriman, menurut survei Reuters. (Baca: Harga Minyak Dunia Anjlok Lebih dari US$ 10 per Barel dalam 2 Bulan)
Kebijakan bank sentral dan penurunan produksi itu membuat harga minyak kembali bangkit. Walaupun ada kekhawatiran penurunan permintaan akibat wabah virus corona.
Apalagi, pemerintah Tiongkok mencatat aktivitas pabrik di negaranya turun drastis pada bulan lalu. Hal ini menghantam perekonomian Negeri Panda, sehingga bisa berimbas pada penurunan permintaan minyak.
(Baca: Harga Minyak Bangkit setelah Jatuh Akibat Kekhawatiran Virus Corona)